HADITS KETIGA
“ Iman itu memiliki tujuh puluh lebih cabang “
Sekilas Tentang Abdullah Bin Umar
Abdullah bin Umar termasuk kalangan shigharush shahabah (sahabat junior) dalam jajaran para sahabat nabi. Dikenal sebagai orang yang sangat ketat keteguhannya terhadap syariat. Imam Adz Dzahabi Rahimahullah menceritakan tentang beliau sebagai berikut:
“Dia masuk Islam saat masih kecil dan ikut hijrah bersama ayahnya saat belum baligh. Pada perang Uhud dia masih kecil, perang pertama yang diikutinya adalah perang Khandaq. Dia termasuk yang ikut berbai’at di bawah pohon, bersama ibunya, Ummul Mu’minin Hafshah, Zainab binti Mazh’un saudara wanita Utsman bin Mazh’un Al Jumahi.
Beliau banyak meriwayatkan ilmu yang bermanfaat dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Bilal, Shuhaib, Amir bin Rabi’ah, Zaid bin Tsabit, Sa’ad, Ibnu Mas’ud, Utsman bin Thalhah, Hafshah (saudara perempuannya), Asalam, ‘Aisyah, dan yang lainnya. (Siyar A’lam An Nubala, 3/204. Cet. 9, 1413H -1993M. Muasasah Ar Risalah)
Disebutkan Radhiallahu ‘Anhuma (semoga Allah meridhai keduanya), maksudnya adalah dirinya dan ayahnya (Umar bin Al Khathab). Selain beliau, ada 3 sahabat junior nabi yang bernama Abdullah dan merupakan anak dari sahabat rasulullah. Mereka adalah Abdullah Bin Abbas, Abdullah Bin Zubair dan Abdullah Bin Ja’far radiyallahuu anhum.
Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah:
“Para ulama mengatakan: jika seorang sahabat nabi dan ayahnya adalah
muslim, maka katakan Radhiallahu ‘Anhuma, dan jika seorang sahabat nabi
sorang muslim sedangkan ayahnya kafir, maka katakan Radhiallahu ‘Anhu.”
(Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 84. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Lima Pondasi Keislaman
Islam dibangun di atas lima perkara sebagaimana yang disebutkan di hadits. Para ulama sepakat bahwa kafir hukumnya bagi muslim yang mengingkari salah satu saja dari lima perkara di atas. Namun, terdapat khilaf di tengah ulama terhadap orang-orang yang tidak mengingkari pondasi di atas tetapi enggan atau malas mengerjakannya. Sebagai contoh, seorang muslim yang mengakui kewajiban shalat fardhu tetapi ia terus-menerus meninggalkannya dikarenakan lalai ataupun malas melakukannya maka ulama berbeda sikap terhadap hal ini.
Imam Ahmad berpendapat bahwa orang yang seperti ini maka ia telah kafir atau murtad. Sementara imam Malik, Hanafi dan Syafi’I tidak menghukumi kafir terhadap orang yang meninggalkan shalat tetapi tak mengingkari kewajiban atasnya. Mereka dihukumi sebagai orang-orang yang fasik.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya shalat sebagai tiang agama ini.
Mari tengok kembali shalat yang senantiasa kita kerjakan paling tidak
lima waktu dalam sehari ini. Setidaknya ada empat hal yang perlu kita
perhatikan atasnya, yakni thaharah yang sempurna, niat yang shohih,
tumakninah dan sakinah.
Pendidikan Ala Rasulullah SAW
Dalam banyak kesempatan Rasulullah memberikan pengajaran dengan bahasa yang lugas meski terkadang ada beberapa riwayat yang menunjukkan beliau memakai makna-makna kiasan di dalamnya.
Namun perlu kita tengok untuk hal-hal yang bersifat dasar dan penting seperti riwayat hadits di atas beliau menyampaikannya secara lugas sehingga tidak muncul penafsiran yang lain selain yang diinginkan oleh syara’. Inilah semestinya yang perlu kita contoh sebagai da’i atau sebagai pengajar. Guru yang baik adalah guru yang mampu membuat muridnya paham, bukannya guru yang semakin membuat muridnya bingung dengan bahasa-bahasa kiasan yang seolah bernilai intelektual tinggi. Padahal yang dibutuhkan oleh murid adalah pemahaman akan agama dengan penjelasan yang lugas dan singkat.
Da’i yang baik bukanlah ia yang menjelaskan panjang lebar dengan
bahasa-bahasa konotasi yang menurutnya indah tapi justru membuat mad’u
(objek dakwah) semakin bingung. Sampaikanlah sesuatu hal itu menurut
kadar pemahaman mad’u.
Politik Islam
Politik islam itu jelas. Ia tidak menimbulkan kebingungan di dalamnya. Baca kembali hadits yang tengah kita bahas ini, Ia mengenalkan Islam secara gamblang. Visi dan Misi yang terkandung di dalamnya jelas, tanpa tedeng aling-aling. Politik islam jelas tujuannya yakni mengajak manusia untuk beriman kepada Allah, tidak menyekutukannya dan berbai’at setia padaNya.
Tampak jelas bahwa rasulullah SAW menyebarkan isu politik islam ini sebelum menuju jenjang politik Negara. Keimanan rakyatlah yang dibentuk terlebih dahulu sebelum hukum-hukum islam itu dikenalkan. Maka tak heran ketika nash pengharaman khamr turun, serta-merta masyarakat mematuhinya. Lihatlah, betapa banyak botol dan gentong khamr berserakan di jalanan madinah kala itu. Padahal sebelumnya, khamr merupakan minuman kesukaan mereka. Ketika hudud, rajam dan qishash disyariatkan tak ada pembangkangan atasnya.
Coba kita bandingkan dengan Negara kita yang mayoritas muslim ini tetapi mayoritas pula yang berpendapat bahwa hukum-hukum di atas tak lagi tepat diterapkan di masa kini. Tengoklah bagaimana pezina dipuja dan pencuri (koruptor) adhem ayem bergelimpangan harta.
Sebuah pertanyaan yang menjadi bahan renungan bagi kita, bila nanti negeri ini dipimpin oreng-orang sholeh, kala Umara adalah para ulama, akankah syara’ ini mampu dijadikan hujjah kembali? Akankah masyarakat kita menerimanya? Inilah tugas kita para Da’i untuk terus-menerus menyebarkan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat luas agar kelak ketika orang-orang sholih itu menjadi pemimpin masyarakat siap mengikutinya.
Fiqih Dakwah
Dalam hadits ini Rasulullah menyebutkan secara urut pondasi keislaman dari yang terpenting; syahadat, shalat, zakat, haji dan puasa ramadhan. Atau diriwayat yang lain puasa ramadhan disebut terlebih dahulu sebelum haji. Urut-urutan ini memberikan sebuah pengajaran bagi kita para da’I bahwa kita mesti tau mana yang urgen untuk kita sampaikan terlebih dahulu kepada mad’u. Hendaknya masalah akidah menjadi prioritas utama untuk masyarakat awam yang masih lekat dengan perkara-perkara khurafat atau takhayul. Tapi bukan berarti kita tidak menyampaikan perkara lain di luar akidah ini. Syaikh Muhammad Tatay dalam buku ini berkata, “ Barang siapa berdakwah maka hendaknya ia paham dan mengetahui akan Fiqih Prioritas”.
Kita tengok kondisi dewasa kini, perpecahan muslim hampir terjadi akibat masyarakat muslim itu sendiri terkotak-kotak ke dalam kelompok-kelompok. Gesekan bahkan saling serang timbul karena tak dipahaminya Fiqih Prioritas ini. Hal-hal yang khilafiyah dipermasalahkan sementara hal-hal yang bersifat asasiyah tidak diperhatikan. Sering kita dengar perang mulut terjadi hanya karena perdebatan bacaan qunut dalam shalat subuh, yasinan, isbal dan perkara furu’ yang terjadi khilaf para ulama atasnya. Padahal di sekeliling kita banyak saudara muslim kita yang meninggalkan shalat dan berkhalwat bukan dengan mahram. Bahkan gradasi moral dalam berpakaian, kemerosotan akidah dan kristenisasi telah makin jelas terlihat. Namun apa yang telah mereka perbuat?
“Di era sekarang ini, orang islam itulah yang menghancurkan agama ini. Kaum kafir hanya menyediakan pirantinya.” (Syaikh Muhammad Tatay)
Benar kawan, perang kasat mata yang tengah dilancarkan musuh Islam jauh lebih ampuh mengacaukan barisan kaum muslimin ketimbang perang-perang berdarah yang telah terjadi. Ya, era Ghawzu Fikri!!!
إرسال تعليق
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com