Tarqiyah : Hasil Quick Count (QC) Pileg 2014, menunjukkan tidak satupun partai politik mampu mengusung calon presiden (capres) sendiri. Seluruh harus partai melakukan langkah politik untuk berkoalisi.
Tujuannya tentu agar jumlah suara gabungan bisa memenuhi syarat mengusung capres, yaitu sebesar 25% perolehan suara nasional atau 20% perolehan kursi DPR-RI.
Tentu, yang sangat sempoyongan PDIP, karena suaranya hanya kurang dari 19% persen. ‘Jimat’ Jokowi hanyalah ‘pepesan kosong’, tak mampu menambah suara. Kendati media massa kristen dan sekuler, seperti Kompas dan Tempo, sudah begitu membabi buta menyokong Jokowi.
Jokowi yang sudah didukung jaringan lobi Vatikan, Yahudi, Amerika, dan Konlomerat Cina, seperti James Riyadi, usai pemilu nampak begitu agresive melakukan pendekatan ke Partai-partai politik. Hanya berselang 1 hari dari pengumuman hasil QC, Jokowi sudah melakukan safari politik keberbagai Parpol, mulai dari Nasdem, PKB, Bahkan ke Golkar.
Ajakan koalisi Jokowi ini ada yang bersambut, ada yang mengambang, bahkan ada juga yang ditolak mentah-mentah. Kecuali, Nasdem menyambut ajakan dengan tangan terbuka dan tanpa syarat.
PKB, nampaknya sedang memainkan kartu untuk tarik ulur dengan tawaran Jokowi. Sementara Partai Golkar sebagai partai dengan perolehan suara kedua (lagi lagi hasil QC), dengan tegas menolak dan menantang Jokowi di gelanggang PILPRES 2014.
Memang, nasib PDI-P diujung tanduk. Jika berpegang pada hasil QC, maka agar pencapresan Jokowi bisa terlaksana, koalisi adalah jalan satu satunya. Dan ini bukan hal yang mudah. Nampaknya, pencapresan Jokowi sebelum pileg mengadung resiko besar, terutama jika perolehan kursi PDI-P kurang dari 20%.
Jika hal itu terjadi maka kemungkinan besar PDI-P akan gagal mengusung capres. Mega benar-benar terperosok oleh lobi-lobi kepentingan, dan kemudian memutuskan mencapreskan Jokowi.
Penyebabnya adalah karena Jokowi akan dijadikan musuh bersama oleh Parpol yang lain. Apalagi, terbukti, perolehan suara PDI-P hanya 18-19% persen. Pasti tidak akan mampu mengumpulkan 20% kursi DPR-RI.
Mengapa Jokowi dijadikan musuh bersama? Karena, kalangan Islam dan nasionalis, sudah tahu, bahwa Jokowi itu, hanyalah “boneka” bagi kepentingan Barat, Zionis, dan kalangan Kristen, yang ingin menguasai negara dan bangsa Indonesia. Menjadikan Indonesia sebagai tanah jajahan, sembari mengeruk kekeyaan alamnya yang melimpah menjadikan rakyatnya, kaum pribumi sebagai budak mereka, dan dibiarkan sebagai bangsa yang pariah (jembel).
Amin Rais ingin menyadarkan ancaman ‘Asing dan A Seng’, yang sudah di depan hidung, dan menyelamatkan negara dan bangsa.
Apalagi, menurut sumber yang sangat shahih, dari wartawan senior dari koran terkemuka Singapura, Jokowi telah memilih tokoh Kristen, yaitu Jenderal Luhut Binsar Panjaitan, yang akan menjadi pendampingnya, sebagai cawapres.
Semua ini sesuai dengan kesepakatan yang dicapai pertemuan ‘tujuh tokoh’ di Singapura, yang dilanjutkan pertemuan di rumah pengucaha Jacob Soetojo, seorang anggota ‘TRILATERAl COMMISSION’, dan orang tokoh penting di CSIS. Di mana dalam pertemuan di rumah Jacob Soetojo itu, dihadiri Dubes Amerika, Vatikan, Inggris, dan sejumlah negara lainnya.
Wajar Amin Rais yang memiliki kesadaran atas ancaman masa depan bangsa dan negara itu, mengajak Partai Islam seperti PKS, PAN, PPP, dan PBB membahas dan membicarakan nasib dan masa depan bangsa, menghadapi ancaman dari Jokowi dan kekuatan yang ada di belakangnya.
Sementara itu, tokoh PKB sangat memperhatikan suara ulama NU, yang sudah memperingatkan Muhaimin Iskandar (cak Imin) sang Ketua Umum untuk tetap mendukung Capres/cawapres sendiri yang sejak awal di usung, seperti Mahfud MD.
Disinilah semakin terjepitnya posisi PDI-P. Tentu, Muhaimin sebagai ketua umum PKB tidak akan begitu saja mengabaikan peringatan Ulama NU. Cak imin akan ikut bergabung dengan koalisasi Indonesia Raya yang digagas Amien Rais dan partai islam lainnya.
Jika ini terjadi, maka peluang PDI-P mengajukan capres makin berat, apalagi dengan sudah munculnya pendeklarasian Prabowo sebagai Capres dari PPP. Artinya koalisi Indonesia Raya sudah pasti akan terbentuk hanya menunggu waktu saja untuk di deklarasikan. Nasib PDI-P benar benar diujung tanduk.
Maka, perlu dibangun gerakan rakyat yang serentak yaitu : "ABJ" (Asal Bukan Jokowi). Karena dia boneka 'Asing dan A Seng'. Wallahu'alam.
www.voa-islam.com
Wallahu A‘lam.
Tujuannya tentu agar jumlah suara gabungan bisa memenuhi syarat mengusung capres, yaitu sebesar 25% perolehan suara nasional atau 20% perolehan kursi DPR-RI.
Tentu, yang sangat sempoyongan PDIP, karena suaranya hanya kurang dari 19% persen. ‘Jimat’ Jokowi hanyalah ‘pepesan kosong’, tak mampu menambah suara. Kendati media massa kristen dan sekuler, seperti Kompas dan Tempo, sudah begitu membabi buta menyokong Jokowi.
Jokowi yang sudah didukung jaringan lobi Vatikan, Yahudi, Amerika, dan Konlomerat Cina, seperti James Riyadi, usai pemilu nampak begitu agresive melakukan pendekatan ke Partai-partai politik. Hanya berselang 1 hari dari pengumuman hasil QC, Jokowi sudah melakukan safari politik keberbagai Parpol, mulai dari Nasdem, PKB, Bahkan ke Golkar.
Ajakan koalisi Jokowi ini ada yang bersambut, ada yang mengambang, bahkan ada juga yang ditolak mentah-mentah. Kecuali, Nasdem menyambut ajakan dengan tangan terbuka dan tanpa syarat.
PKB, nampaknya sedang memainkan kartu untuk tarik ulur dengan tawaran Jokowi. Sementara Partai Golkar sebagai partai dengan perolehan suara kedua (lagi lagi hasil QC), dengan tegas menolak dan menantang Jokowi di gelanggang PILPRES 2014.
Memang, nasib PDI-P diujung tanduk. Jika berpegang pada hasil QC, maka agar pencapresan Jokowi bisa terlaksana, koalisi adalah jalan satu satunya. Dan ini bukan hal yang mudah. Nampaknya, pencapresan Jokowi sebelum pileg mengadung resiko besar, terutama jika perolehan kursi PDI-P kurang dari 20%.
Jika hal itu terjadi maka kemungkinan besar PDI-P akan gagal mengusung capres. Mega benar-benar terperosok oleh lobi-lobi kepentingan, dan kemudian memutuskan mencapreskan Jokowi.
Penyebabnya adalah karena Jokowi akan dijadikan musuh bersama oleh Parpol yang lain. Apalagi, terbukti, perolehan suara PDI-P hanya 18-19% persen. Pasti tidak akan mampu mengumpulkan 20% kursi DPR-RI.
Mengapa Jokowi dijadikan musuh bersama? Karena, kalangan Islam dan nasionalis, sudah tahu, bahwa Jokowi itu, hanyalah “boneka” bagi kepentingan Barat, Zionis, dan kalangan Kristen, yang ingin menguasai negara dan bangsa Indonesia. Menjadikan Indonesia sebagai tanah jajahan, sembari mengeruk kekeyaan alamnya yang melimpah menjadikan rakyatnya, kaum pribumi sebagai budak mereka, dan dibiarkan sebagai bangsa yang pariah (jembel).
Amin Rais ingin menyadarkan ancaman ‘Asing dan A Seng’, yang sudah di depan hidung, dan menyelamatkan negara dan bangsa.
Apalagi, menurut sumber yang sangat shahih, dari wartawan senior dari koran terkemuka Singapura, Jokowi telah memilih tokoh Kristen, yaitu Jenderal Luhut Binsar Panjaitan, yang akan menjadi pendampingnya, sebagai cawapres.
Semua ini sesuai dengan kesepakatan yang dicapai pertemuan ‘tujuh tokoh’ di Singapura, yang dilanjutkan pertemuan di rumah pengucaha Jacob Soetojo, seorang anggota ‘TRILATERAl COMMISSION’, dan orang tokoh penting di CSIS. Di mana dalam pertemuan di rumah Jacob Soetojo itu, dihadiri Dubes Amerika, Vatikan, Inggris, dan sejumlah negara lainnya.
Wajar Amin Rais yang memiliki kesadaran atas ancaman masa depan bangsa dan negara itu, mengajak Partai Islam seperti PKS, PAN, PPP, dan PBB membahas dan membicarakan nasib dan masa depan bangsa, menghadapi ancaman dari Jokowi dan kekuatan yang ada di belakangnya.
Sementara itu, tokoh PKB sangat memperhatikan suara ulama NU, yang sudah memperingatkan Muhaimin Iskandar (cak Imin) sang Ketua Umum untuk tetap mendukung Capres/cawapres sendiri yang sejak awal di usung, seperti Mahfud MD.
Disinilah semakin terjepitnya posisi PDI-P. Tentu, Muhaimin sebagai ketua umum PKB tidak akan begitu saja mengabaikan peringatan Ulama NU. Cak imin akan ikut bergabung dengan koalisasi Indonesia Raya yang digagas Amien Rais dan partai islam lainnya.
Jika ini terjadi, maka peluang PDI-P mengajukan capres makin berat, apalagi dengan sudah munculnya pendeklarasian Prabowo sebagai Capres dari PPP. Artinya koalisi Indonesia Raya sudah pasti akan terbentuk hanya menunggu waktu saja untuk di deklarasikan. Nasib PDI-P benar benar diujung tanduk.
Maka, perlu dibangun gerakan rakyat yang serentak yaitu : "ABJ" (Asal Bukan Jokowi). Karena dia boneka 'Asing dan A Seng'. Wallahu'alam.
www.voa-islam.com
Wallahu A‘lam.
إرسال تعليق
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com