Tarqiyah : Satu jam berbincang dengan cendekiawan Islam asal Mesir ini, nampaklah penguasaannya yang luar biasa terhadap sejarah Islam. Padahal dia seorang dokter.
"Silahkan teman-teman wartawan bertanya, tapi beliau berpesan supaya tidak menyinggung soal politik,” kata General Manager PT Pustaka Al-Kautsar Utama, M Nurkholis Ridwan, saat membuka pertemuan antara media-media Islam dengan seorang cendekiawan Mesir, Profesor Doktor Raghib As-Sirjani, di ruang VIP, Islamic Book Fair 2014, Istora Senayan, Jakarta, Sabtu dua pekan lalu. Siang itu Penerbit Al-Kautsar secara khusus mendatangkan pengarang buku “Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia”, untuk membedah buku tersebut di panggung utama IBF 2014. Usai bedah buku itulah, penerbit yang bermarkas di Cipinang Muara, Jakarta Timur ini menggelar pertemuan dengan sejumlah wartawam media massa. Suara Islam termasuk salah satunya.
Persoalan politik diminta tidak disinggung bukan karena Profesor Raghib tidak bisa menjawab, tapi semata demi keamanan dan kelancaran perjalannya ketika ia kembali ke Mesir. Begitulah kira-kira pertimbangannya.
Maka meluncurlah sejumlah pertanyaan, sesuai dengan topik yang sedang ia bahas, yakni tentang peradaban Islam, mulai soal kebangkitan Islam, soal kedudukan perempuan dalam Islam, hingga ke persoalan sejarah Daulah Fathimiyah di Mesir yang ia sebut lebih tepat disebut Daulah Ubaidhiyyah. Satu jam lamanya dialog antara Raghib dengan para wartawan berlangsung.
Salah satu ungkapan menarik Profesor Raghib adalah kondisi politik sebuah negeri berpengaruh terhadap proses kebangkitan Islam. Menurutnya, sebuah negeri yang tidak kondusif, yang dipimpin seorang yang diktaktor, tidak ditegakkan prinsip-prinsip musyawarah, akan mempersulit terjadinya kebangkitan Islam. Maka, kata dia, lahan-lahan yang kondusif bagi tercapaianya kebangkitan Islam harus sedari dini disiapkan.
Teori yang disampaikan Profesor Raghib ini berkebalikan dengan teori yang oleh beberapa kalangan diungkapkan untuk melakukan perubahan. Sejumlah orang mengatakan, bila umat dalam kondisi menderita, tertekan dan terzalimi, akan lebih mudah untuk mengajak mereka melakukan perubahan (inqilabiyah). Tentu saja, secara faktual, pendapat Profesor Raghib bisa dinilai lebih tepat dan rasional dibanding pendapat yang kedua tadi.
Bicara soal wanita, dosen kehormatan di Fakultas Kedokteran Universitas Cairo ini mengungkap, sejak awal Islam telah memperhatikan wanita. Ia pun mengutip hadis Nabi tentang tanya jawab seorang pemuda dengan Rasulullah mengenai siapa yang harus diutamakan, ibu atau bapak. Maka Nabi Saw menyebut ibu sebanyak tiga kali, baru kemudian bapak.
“Mungkin kita saat pertama kali mendengar hadis ini akan memahami bahwa ibu diutamakan dari ayah. Namun pengulangan tiga kali ini memberi sinyal bahwa peran wanita berlipat dibandingkan pria dalam masalah mendidik generasi,” ungkapnya.
Wanita yang salehah, kata lelaki kelahiran 1964 ini, akan melahirkan dokter yang saleh, insinyur yang saleh, pengusaha yang saleh, hakim yang saleh, polisi yang saleh dan juga tentara mujahid yang saleh. “Begitulah hingga berdirilah sebuah peradaban. Jika wanita menjalankan perannya untuk merealisasikan itu, maka berdirilah peradaban,” tegasnya.
Bicara soal sejarah Daulah Fathimiyah (909 M) di Mesir, Profesor Raghib mengoreksi kebanyakan sebutan untuk negara yang dikuasai kaum Syiah ini. Menurutnya yang paling tepat disebut sebagai Daulah Ubaidiyyah, yang dinisbatkan kepada pendirinya Ubaidillah Al-Mahdi. Penyebutan nama Daulah Fatimiyah, kata Profesor Raghib, karena Syiah ingin mengelabui umat Islam dengan mencatut nama Fatimah, putri Rasulullah Saw.
Profesor Raghib mengatakan, daulah tersebut kemudian mengklaim sebagai kekhalifahan. Pengelabuan-pengelabuan itu disebutnya sebagai pemanis agar mereka dihormati. “Sebenarnya itu adalah negara yang sangat keji, sangat kotor,” ungkapnya.
Penulis buku “Kaifa Nabnil Umma”’ ini mencontohkan kekejian Syiah yang terpampang di Suriah saat ini. Menurutnya, Suriah kini dijajah oleh Syiah Nushairiyyah -yang dinisbatkan kepada Muhammad bin Nusyair - dengan kedok Syiah Alawiyyah.
Adapun penggunaan nama Alawiyyah, jelasnya, adalah penisbatan palsu. Pengelabuan ini sama dengan kasus penisbatan Fatimiyyah di atas. “Tapi sebenarnya (Syiah di Suriah) itu adalah Nushairiyyah dan itu adalah sekte Syiah yang paling keji, paling kotor, paling kriminal. Dan mereka sampai-sampai menuhankan Ali bin Abi Thalib ra. Jadi bukan hanya sekadar mensucikan (Ali),” ungkapnya.
Dokter yang Ahli Sejarah
Profesor Doktor Raghib As-Sirjani lahir pada 1964, di Provinsi Gharbiyyah, Mesir. Ia lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Kairo dengan predikat Summa Cumlaude pada 1988. Kemudian meraih gelar master di universitas yang sama pada 1992.
Disertasi doktoralnya terkait operasi urologi dan ginjal yang dia tulis dengan bimbingan dokter Mesir dan Amerika. Tugas itu selesai dengan istimewa pada 1998. Raghib mengkhatamkan hafaln Quran-nya pada 1991.
Di samping seorang dokter urologi, Raghib adalah orang yang memiliki perhatian serius terhadap upaya kebangkitan Islam. Itulah alasannya mengapa dia menulis buku “Kaifa Nabnil Ummah?”.
Hingga kini, selama lebih dari 20 tahun, Raghib telah banyak berkontribusi dalam membangun umat Islam, baik melalui dakwah, narasumber dalam berbagai seminar, penulis produktif berupa buku, makalah, dan analisa, dan tampil di beberapa saluran televisi Arab terkemuka.
Sejumlah penghargaan telah ia terima atas kiprah dan jasanya yang ia berikan untuk Islam dan umat Islam. Pada 2007, Pusat Kajian Internasional “Mengenal Nabi Sang Penyayang” memberikan penghargaan kepada Raghib sebagai pemenang dalam upaya mengenalkan Nabi sang penyayang melalui karya-karyanya, khususnya melalui buku “Al-Rahmah fî Hayâti Al-Rasûl.”
Pada 2009, Mesir mencatat sosok fenomenal pada bidang Al-Dirâsah Al-Islâmiyah. Raghib As-Sirjani, seorang dokter urologi, penghafal Quran, pakar sejarah, dan dai internasional yang telah berkontribusi besar bagi dunia Islam.
Pada tahun yang sama, Raghib juga meraih penghargaan dari bekas Presiden Mesir Husni Mubarak dalam bidang Al-Dirâsah Al-Islâmiyah. Penghargaan ini ia raih setelah menulis buku, “Mâdzâ Qaddamal Muslimûna lil ‘Alam” (Apa yang Telah Diberikan Umat Islam untuk Dunia; Kontribusi Umat Islam dalam Membangun Peradaban Manusia). Buku ini terdiri dari dua jilid dengan ketebalan 847 halaman. Mesir memberikan penghargaan melalui Kementerian Wakaf pada Rabu, 26 Ramadan 1430 H, bertepatan dengan 16 September 2009.
Situs Islamstory.com, mencatat ada sekitar 41 judul buku yang ditulis Raghib dalam bidang sejarah dan pemikiran Islam, termasuk buku berjudul “Bagaimana Memilih Presiden dari Negara Republik?.” Selain itu ia juga telah mengeluarkan ratusan kaset dan compact disc sejarah Islam, seperti : Andalusia, dari Pembebasan hingga Runtuh (12 Bagian); Palestina Hingga Tidak Menjadi Andalusia Kedua (12 Bagian); Abu Bakar Ash Shiddiq r.a.; Seorang Sahabat dan Khalifah (6 Bagian); Di Bawah Naungan Sejarah Nabi; Periode Makkah dan Madinah (46 Bagian); Sejarah Tatar; Sejak Awal Hingga Ain Jalut (12 Bagian); Jadilah Seorang Sahabat (12 Bagian), dan Bagaimana Menjadi Orang yang Berilmu? (10 Bagian).
Buku-buku tersebut telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa dunia, termasuk bahasa Indonesia. Buku-buku karya Raghib yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia diantaranya, Kaifa Tuhâfiz ‘Alâ Shalâtil Fajr (Misteri di Balik Shalat Subuh), Qirâah Manhajul Hayâh (Spiritual Reading), Al-Rahmah fî Hayâti Al-Rasûl (Inilah Rasul Sang Penyayang), Risâlah ilâ Syabâbil Ummah (Pemuda Peka Zaman), termasuk buku “Mâdzâ Qaddamal Muslimûna lil ‘Alam, Ishamaatu al-Muslimin fi al-Hadharah al-Insaniyah,” yang diterbitkan Pusataka Al-Kautsar menjadi “Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia”, setebal 862 halaman.
Hingga kini kontribusi segar Raghib As-Sirjani untuk dunia Islam terus bisa dinikmati umat Islam di seluruh dunia, khususnya melalui situs Islamstory.com, TV Al-Risalah, dan TV Al-Quds.
Khusus topik Palestina, hingga kini ia mengisi materi di dua saluran televisi; Channel Al-Quds dengan materi bersambung Fathu Filasthin (Pembebasan Palestina) setiap Jumat, dan Channel Al-Risalah dengan materi Khattuzzaman; Qishshah Filastîn (Garis Masa; Kisah Palestina) setiap Senin, yang disiarkan ulang setiap Selasa dan Sabtu.(SI/TO) Wallahu A‘lam.
"Silahkan teman-teman wartawan bertanya, tapi beliau berpesan supaya tidak menyinggung soal politik,” kata General Manager PT Pustaka Al-Kautsar Utama, M Nurkholis Ridwan, saat membuka pertemuan antara media-media Islam dengan seorang cendekiawan Mesir, Profesor Doktor Raghib As-Sirjani, di ruang VIP, Islamic Book Fair 2014, Istora Senayan, Jakarta, Sabtu dua pekan lalu. Siang itu Penerbit Al-Kautsar secara khusus mendatangkan pengarang buku “Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia”, untuk membedah buku tersebut di panggung utama IBF 2014. Usai bedah buku itulah, penerbit yang bermarkas di Cipinang Muara, Jakarta Timur ini menggelar pertemuan dengan sejumlah wartawam media massa. Suara Islam termasuk salah satunya.
Persoalan politik diminta tidak disinggung bukan karena Profesor Raghib tidak bisa menjawab, tapi semata demi keamanan dan kelancaran perjalannya ketika ia kembali ke Mesir. Begitulah kira-kira pertimbangannya.
Maka meluncurlah sejumlah pertanyaan, sesuai dengan topik yang sedang ia bahas, yakni tentang peradaban Islam, mulai soal kebangkitan Islam, soal kedudukan perempuan dalam Islam, hingga ke persoalan sejarah Daulah Fathimiyah di Mesir yang ia sebut lebih tepat disebut Daulah Ubaidhiyyah. Satu jam lamanya dialog antara Raghib dengan para wartawan berlangsung.
Salah satu ungkapan menarik Profesor Raghib adalah kondisi politik sebuah negeri berpengaruh terhadap proses kebangkitan Islam. Menurutnya, sebuah negeri yang tidak kondusif, yang dipimpin seorang yang diktaktor, tidak ditegakkan prinsip-prinsip musyawarah, akan mempersulit terjadinya kebangkitan Islam. Maka, kata dia, lahan-lahan yang kondusif bagi tercapaianya kebangkitan Islam harus sedari dini disiapkan.
Teori yang disampaikan Profesor Raghib ini berkebalikan dengan teori yang oleh beberapa kalangan diungkapkan untuk melakukan perubahan. Sejumlah orang mengatakan, bila umat dalam kondisi menderita, tertekan dan terzalimi, akan lebih mudah untuk mengajak mereka melakukan perubahan (inqilabiyah). Tentu saja, secara faktual, pendapat Profesor Raghib bisa dinilai lebih tepat dan rasional dibanding pendapat yang kedua tadi.
Bicara soal wanita, dosen kehormatan di Fakultas Kedokteran Universitas Cairo ini mengungkap, sejak awal Islam telah memperhatikan wanita. Ia pun mengutip hadis Nabi tentang tanya jawab seorang pemuda dengan Rasulullah mengenai siapa yang harus diutamakan, ibu atau bapak. Maka Nabi Saw menyebut ibu sebanyak tiga kali, baru kemudian bapak.
“Mungkin kita saat pertama kali mendengar hadis ini akan memahami bahwa ibu diutamakan dari ayah. Namun pengulangan tiga kali ini memberi sinyal bahwa peran wanita berlipat dibandingkan pria dalam masalah mendidik generasi,” ungkapnya.
Wanita yang salehah, kata lelaki kelahiran 1964 ini, akan melahirkan dokter yang saleh, insinyur yang saleh, pengusaha yang saleh, hakim yang saleh, polisi yang saleh dan juga tentara mujahid yang saleh. “Begitulah hingga berdirilah sebuah peradaban. Jika wanita menjalankan perannya untuk merealisasikan itu, maka berdirilah peradaban,” tegasnya.
Bicara soal sejarah Daulah Fathimiyah (909 M) di Mesir, Profesor Raghib mengoreksi kebanyakan sebutan untuk negara yang dikuasai kaum Syiah ini. Menurutnya yang paling tepat disebut sebagai Daulah Ubaidiyyah, yang dinisbatkan kepada pendirinya Ubaidillah Al-Mahdi. Penyebutan nama Daulah Fatimiyah, kata Profesor Raghib, karena Syiah ingin mengelabui umat Islam dengan mencatut nama Fatimah, putri Rasulullah Saw.
Profesor Raghib mengatakan, daulah tersebut kemudian mengklaim sebagai kekhalifahan. Pengelabuan-pengelabuan itu disebutnya sebagai pemanis agar mereka dihormati. “Sebenarnya itu adalah negara yang sangat keji, sangat kotor,” ungkapnya.
Penulis buku “Kaifa Nabnil Umma”’ ini mencontohkan kekejian Syiah yang terpampang di Suriah saat ini. Menurutnya, Suriah kini dijajah oleh Syiah Nushairiyyah -yang dinisbatkan kepada Muhammad bin Nusyair - dengan kedok Syiah Alawiyyah.
Adapun penggunaan nama Alawiyyah, jelasnya, adalah penisbatan palsu. Pengelabuan ini sama dengan kasus penisbatan Fatimiyyah di atas. “Tapi sebenarnya (Syiah di Suriah) itu adalah Nushairiyyah dan itu adalah sekte Syiah yang paling keji, paling kotor, paling kriminal. Dan mereka sampai-sampai menuhankan Ali bin Abi Thalib ra. Jadi bukan hanya sekadar mensucikan (Ali),” ungkapnya.
Dokter yang Ahli Sejarah
Profesor Doktor Raghib As-Sirjani lahir pada 1964, di Provinsi Gharbiyyah, Mesir. Ia lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Kairo dengan predikat Summa Cumlaude pada 1988. Kemudian meraih gelar master di universitas yang sama pada 1992.
Disertasi doktoralnya terkait operasi urologi dan ginjal yang dia tulis dengan bimbingan dokter Mesir dan Amerika. Tugas itu selesai dengan istimewa pada 1998. Raghib mengkhatamkan hafaln Quran-nya pada 1991.
Di samping seorang dokter urologi, Raghib adalah orang yang memiliki perhatian serius terhadap upaya kebangkitan Islam. Itulah alasannya mengapa dia menulis buku “Kaifa Nabnil Ummah?”.
Hingga kini, selama lebih dari 20 tahun, Raghib telah banyak berkontribusi dalam membangun umat Islam, baik melalui dakwah, narasumber dalam berbagai seminar, penulis produktif berupa buku, makalah, dan analisa, dan tampil di beberapa saluran televisi Arab terkemuka.
Sejumlah penghargaan telah ia terima atas kiprah dan jasanya yang ia berikan untuk Islam dan umat Islam. Pada 2007, Pusat Kajian Internasional “Mengenal Nabi Sang Penyayang” memberikan penghargaan kepada Raghib sebagai pemenang dalam upaya mengenalkan Nabi sang penyayang melalui karya-karyanya, khususnya melalui buku “Al-Rahmah fî Hayâti Al-Rasûl.”
Pada 2009, Mesir mencatat sosok fenomenal pada bidang Al-Dirâsah Al-Islâmiyah. Raghib As-Sirjani, seorang dokter urologi, penghafal Quran, pakar sejarah, dan dai internasional yang telah berkontribusi besar bagi dunia Islam.
Pada tahun yang sama, Raghib juga meraih penghargaan dari bekas Presiden Mesir Husni Mubarak dalam bidang Al-Dirâsah Al-Islâmiyah. Penghargaan ini ia raih setelah menulis buku, “Mâdzâ Qaddamal Muslimûna lil ‘Alam” (Apa yang Telah Diberikan Umat Islam untuk Dunia; Kontribusi Umat Islam dalam Membangun Peradaban Manusia). Buku ini terdiri dari dua jilid dengan ketebalan 847 halaman. Mesir memberikan penghargaan melalui Kementerian Wakaf pada Rabu, 26 Ramadan 1430 H, bertepatan dengan 16 September 2009.
Situs Islamstory.com, mencatat ada sekitar 41 judul buku yang ditulis Raghib dalam bidang sejarah dan pemikiran Islam, termasuk buku berjudul “Bagaimana Memilih Presiden dari Negara Republik?.” Selain itu ia juga telah mengeluarkan ratusan kaset dan compact disc sejarah Islam, seperti : Andalusia, dari Pembebasan hingga Runtuh (12 Bagian); Palestina Hingga Tidak Menjadi Andalusia Kedua (12 Bagian); Abu Bakar Ash Shiddiq r.a.; Seorang Sahabat dan Khalifah (6 Bagian); Di Bawah Naungan Sejarah Nabi; Periode Makkah dan Madinah (46 Bagian); Sejarah Tatar; Sejak Awal Hingga Ain Jalut (12 Bagian); Jadilah Seorang Sahabat (12 Bagian), dan Bagaimana Menjadi Orang yang Berilmu? (10 Bagian).
Buku-buku tersebut telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa dunia, termasuk bahasa Indonesia. Buku-buku karya Raghib yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia diantaranya, Kaifa Tuhâfiz ‘Alâ Shalâtil Fajr (Misteri di Balik Shalat Subuh), Qirâah Manhajul Hayâh (Spiritual Reading), Al-Rahmah fî Hayâti Al-Rasûl (Inilah Rasul Sang Penyayang), Risâlah ilâ Syabâbil Ummah (Pemuda Peka Zaman), termasuk buku “Mâdzâ Qaddamal Muslimûna lil ‘Alam, Ishamaatu al-Muslimin fi al-Hadharah al-Insaniyah,” yang diterbitkan Pusataka Al-Kautsar menjadi “Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia”, setebal 862 halaman.
Hingga kini kontribusi segar Raghib As-Sirjani untuk dunia Islam terus bisa dinikmati umat Islam di seluruh dunia, khususnya melalui situs Islamstory.com, TV Al-Risalah, dan TV Al-Quds.
Khusus topik Palestina, hingga kini ia mengisi materi di dua saluran televisi; Channel Al-Quds dengan materi bersambung Fathu Filasthin (Pembebasan Palestina) setiap Jumat, dan Channel Al-Risalah dengan materi Khattuzzaman; Qishshah Filastîn (Garis Masa; Kisah Palestina) setiap Senin, yang disiarkan ulang setiap Selasa dan Sabtu.(SI/TO) Wallahu A‘lam.
إرسال تعليق
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com