Tarqiyah : Inspirasi yang melatar belakangi saya untuk menulis catatan ini adalah sebuah postingan di facebook. Tulisan itu berbunyi seperti ini “SBY sudah tidak diterima lagi oleh bumi Indonesia. Lihatlah seminggu setelah SBY mengunjungi kota Yogyakarta disana terjadi gempa yang banyak memakan korban dan itu sudah lama berlalu dan kemarin kejadian itu berulang lagi dengan kasus yang sama”
Diakui memang, dalam sepuluh tahun terakhir ini musibah datang silih berganti, mulai dari tsunami di Aceh, gempa di Yogyakarta, letusan gunung Sinabung dan banjir yang baru-baru ini menimpa kota-kota besar di Indonesia termasuk ibu kota negara, Jakarta serta Kelud yang meletus. Jutaan orang menjadi korban, mulai dari yang sudah renta hingga anak-anak dan bahkan pejabat. Kemudian pertanyaannya siapa yang salah?
Dalam menyikapi bencana itu tidak sedikit masyarakat yang pandang sebelah mata membabi buta melayangkan kecaman pada pemimpinnya termasuk kepada kepala negaranya. Kutipan diatas hanyalah sebagian contoh kecil, sementara pada saat yang sama ada jutaan kecaman dengan nada yang hampir sama bahkan lebih. Dan ironisnya, mereka yang melontarkan kalimat-kalimat semacam itu berasal dari orang-orang yang berlatar belakang agamawan bahkan tidak sedikit yang dipanggil Ustadz.
Dan ini adalah sebuah kesalahan yang sangat besar, apalagi jika ungkapan itu keluar dari seorang ustadz dan kiai, karena diakui atau tidak, ustadz dan kiai adalah tokoh penting diatas pentas pergulatan peradaban Indonesia, kata-katanya pun bahkan dianggap fatwa oleh masyarakat kultural. Oleh karena itu tugas terpenting seorang kiai dan ustadz adalah mengajarkan cinta pada peserta didiknya, cinta kepada agamanya dan cinta pada pemimpinnya bukan sebaliknya.
Dalam menyikapi berbagai macam bencana yang kini datang silih berganti, sebagai ummat Islam kita harus fair menyikapinya. Salah besar jika kesalahan itu dilabuhkan kepada satu pihak, padahal dalam Al-Quran sudah jelas diterangkan bahwa musibah itu datang akibat ulah perbuatan manusia. Ya...!, Manusia memang, tapi bukan pada kelompok tertentu.
“Dan apasaja musibah yang menimpa kalian maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. As-Syuaro : 30
Coba kita menengok kembali perjalanan sejarah beberapa abad silam, ternyata orang-orang shaleh yang sudah mendahului kita mereka juga dilanda dengan berbagai macam musibah, tapi sebagai hamba yang beriman mereka menyikapinya dengan datar dan tenang, tidak meng-just pada kesalahan kelompok tertentu bahkan dengan segera mereka langsung bermuhasabah dan mengefaluasi diri.
Orang beriman itu sadar betul, bahwa musibah yang diturunkan oleh Allah adalah bahan uji untuk membuktikan keimanan tersebut. Mereka sadar, bahwa ini merupakan sunnatullah yang pasti harus dialamai oleh mereka yang ingin beriman dengan sebenarnya. dan mereka berkesimpulan sebagaimana Al-Quran sebutkan yaitu semakin tinggi nilai iman seseorang semakin besar pula ujian yang diberikan, lihat QS Al-Ankabut 1-2.
Demikian juga untuk menyikapi fenonmina yang baru-baru ini terjadi, jika kita merasa sebagai hamba-Nya yang beriman maka hal yang pertama kali harus kita lakukan adalah bermuhasabah mempertanyakan kepada diri kita tentang kesalahan yang telah kita perbuat. Sudahkah kita menyesalinya atau sudah berapa kalikah kita mengulangi kesalahan yang sama..? maka kita sendirilah yang akan tahu jawabannya.
Tentunya pertanyaan pertanyaan seperti itu akan mudah membuat kita sadar dan mengantarkan kita pada arah cara berfikir yang dewasa dan fair, sehingga akan timbul pula kesadaran agar terus selalu bisa membenahi diri untuk melakukan perbaikan dan kebaikan.
Musibah sudah sekian kali menyapa negara kita dan sebabnya sudah jelas diterangkan oleh Al-Qur’an bahwa musibah itu datang disebabkan oleh tangan manusia sendiri baik itu oleh pemerintah dengan kelalalaiannya, oleh masyarakat sipil dengan pemberontakannya, oleh para pejabat dengan pengkhianatannya, oleh para guru, dai dan siapapun yang menyeru terhadap kebaikan tapi tidak disertai dengan keikhlasannya dan berperilaku tidak sesuai dengan perkataannya dan bahkan oleh siapapun yang bungkam dengan kebatilan dan tetap membiarkannya terjadi. Semua perbuatan-perbuatan semacam itulah sebenarnya yang berpotensi mengudang adzab.
Kemudian, kita sama-sama mengatahui bahwa Indonesia adalah negara terbesar yang jumlah pendudukanya adalah penganut agama Islam. Artinya, di Indonesia sudah diakui oleh seluruh dunia bahwa agama terbesar didalamnya adalah Islam. Berarti semua sepakat, bahwa Al-Qur’an adalah pedoman utama yang harus diterapkan dalam hidup. Dan semua juga percaya, ketika Al-Qur’an berbicara tentang sebuah kejadian yang sudah atau akan ditimpakan kepada suatu bangsa, maka kejadian itu adalah sebuah fakta yang pasti ada kejadiannya. Contoh kasus misalnya firman Allah yang berbicara soal adzab atau siksaan,
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya.” QS Al-Anfal : 25
Ayat ini bicara soal fakta yang akan ditimpakkan oleh Allah, yaitu sebuah adzab yang diberikan tidak hanya kepada yang dzalim saja tapi yang berimanpun dapat merasakannya.
Lihatlah apa yang terjadi di Indonesia hari ini, ternyata banyak umat Islam yang mengabaikan Al-Qur’an. Kitab suci Al-Qur’an ini hanya dianggap sebagai bacaan biasa yang tidak memiliki efek apa-apa. Bahkan ada sebagian besar umat Islam yang tidak menganggapnya lagi sebagai pedoman hidupnya atau menganggapnya pedoman tapi melalaikannya.
Ketika Al-Qur’an melarang berzina, justru saat ini perzinaan merajalela. Ketika Al-Qur.an melarang berbuat dzolim justru kedzoliman kian menjadi. Ketika Al-Qur’an melarang minuman keras, justru hari ini seakan-akan dilegalkan. Dan inilah fakta yang terjadi di Indonesia dibalik fakta kebesarannya dengan penganut agama Islam terbanyak didunia.
Kesimpulan dari catatan ini bahwa musibah yang kini menimpa negara ini adalah fakta dari firman Allah yang tertulis diatas. Dan sebabnya sudah jelas karena disebabkan oleh kemungkaran yang tetap dibiarkan merajalela, kemungkaran oleh pemimpinnya dan kemungkaran oleh penduduknya.
Oleh karena itu, umat Islam dan khususnya para ulama dan umaro’nya harus berbuat sesuatu untuk membenahi negara ini. Melakukan sesuatu sebagaimana Al-Quran, yaitu tidak ada kata sepakat untuk kemungkaran, apapun itu jenisnya dan siapapun itu pelakunya. Karena aturan Islam itu berlaku bagi saiapa saja tanpa membedakan statusnya dan dengan porsi yang sama. Wallahu’alam.
Wallahu A‘lam.
إرسال تعليق
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com