Pondasi pertama yang harus dibangun dalam konsep panduan ini adalah, makna ayat yang termaktub di dalam tafsir Ibnu Katsir, bahwa Allah memerintahkan kepada para penyembah-Nya agar menghayati al-Qur'an, dan melarang mereka untuk menetang, serta hendaknya memahami makna yang penuh hikmah di setiap rangkaian katanya yang agung. Kemudian Allah juga memberitakan manusia lewat firman-Nya agar tidak bertentangan tentang isi al- Qur'an, karena sesungguhnya al- Qur'an merupakan kebenaran yang bersumber dari yang maha benar. “Apakah mereka itu tidak menghayati (mendalami) Al-Qur'an? Sekiranya (Al-Qur'an) itu bukan dari Allah pastilah mereka itu menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya”.(QS : an-Nisa' 82).
Semenjak 1400 tahun berlalu, Allah telah menantang para kaum musyrik dan munafiq tentang kebenaran al-Qur'an, namun hingga saat ini belum ada keterangan yang menunjukkan bahwa al-Quran berseberangan dengan kebenaran fakta ilmiah apalagi yang berkaitan dengan kesalahan susunan tata bahasa seperti halnya kitab suci agama lain.
Kondisi zaman sekarang menceritakan kepada kita bahwa, Pertentangan, perselisihan, perbedaan pendapat, menjadi faktor utama dalam perpecahan, namun pada dasarnya perbedaan cara pandang bukanlah penyebab yang sebenarnya dalam perpecahan, pada masa hidupnya Nabi-pun, perbedaan sering terjadi, namun indikasinya bukanlah, "saling melempar" dan saling-saling lainnya dalam makna negativ, namun mereka menanggapinya secara bijak dan berjiwa besar. Ada sebuah konsep dasar yang menjadikan mereka seperti ini, Ketika Abu Bakar dan Umar bin Khattab berselisih tentang tindak lanjut tawanan perang badar, Umar berpendapat agar mereka dibunuh sedangkan Abu Bakar berpendapat agar mereka dilepaskan dengan tebusan, namun ketika Allah menentukan aturan, mereka tidak mengeluarkan kalimat apapun kecuali sami'na wa atho'na.Orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal”.(QS.az –Zumar : 18) " “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja)”(QS. Al-Maidah : 48)
Ayat ini tidak sedang berbicara tentang "kebebasan" yang dituhan-tuhankan oleh kaum pecinta dunia, tapi ayat ini merupakan informasi penting bagi umat islam agar bisa saling tolong-menolong, bekerja sama dalam perbedaan warna persepsi. Kalau islam mengajarkan agar bertoleransi kepada agama lain, bagaimana dengan kita sesama islam?Catatan penting bagi setiap umat islam, bahwa tolerasi dan saling memahami satu dan yang lainya menjadi acuan bagi kita agar terwujudnya satu kesatuan, tentunya selama tidak merusak akar agama yang berpedoman kepada kaidah-kaidah usul tauhid, jika kita telah sampai pada tingkat ini, maka umatan wahidah akan muncul kembali, dalam arti kata tidak mesti terjaring dalam sebuah lingkaran tertentu, namun mereka diikat dengan tali persaudaraan islam, serta bagi-bagi tugas walaupun dari posisi yang terpisah, karena sesungguhnya setiap yang beriman adalah saudara, dan persaudaraan yang kuat ini tidak mudah renggang begitu saja hanya karena hal yang tidak logis untuk dijadikan alasan "saling menjauh"
Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq ketika baru menjabat sebagai khalifah, berpesan kepada seluruh umat islam ketika itu, agar patuh dan tunduk kepadanya selama tidak bertentangan dengan al-Quran dan sunnah.
Tidak ada keraguan lagi bahwa al-Qur'an adalah panduan hidup umat manusia, jika terjadi perdebatan maka kepada Allah dan Rasul-Nya tempat mengadu. Tapi mengapa sejarah mencatat bahwa perang saudara bisa saja terjadi padahal mereka sama-sama merujuk kepada al-Quran?? Kembalikan pertanyaan ini kepada nurani umat, karena hasil interaksi hati dan pemikiran yang benar dengan al Qura'n tidak akan pernah merubah apa yang telah diprediksikan oleh al Qura'n. “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan rasulNYA dan peminpin dari kalian, jika kalian berselisih akan sesuatu, kembalikanlah kepada Allah dan rasulNYA, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir yang demikian itu sebaik-baik dan sebagus pengertian”.(QS. an-Nisa:59) .
Abu Rahmah*
Semenjak 1400 tahun berlalu, Allah telah menantang para kaum musyrik dan munafiq tentang kebenaran al-Qur'an, namun hingga saat ini belum ada keterangan yang menunjukkan bahwa al-Quran berseberangan dengan kebenaran fakta ilmiah apalagi yang berkaitan dengan kesalahan susunan tata bahasa seperti halnya kitab suci agama lain.
Kondisi zaman sekarang menceritakan kepada kita bahwa, Pertentangan, perselisihan, perbedaan pendapat, menjadi faktor utama dalam perpecahan, namun pada dasarnya perbedaan cara pandang bukanlah penyebab yang sebenarnya dalam perpecahan, pada masa hidupnya Nabi-pun, perbedaan sering terjadi, namun indikasinya bukanlah, "saling melempar" dan saling-saling lainnya dalam makna negativ, namun mereka menanggapinya secara bijak dan berjiwa besar. Ada sebuah konsep dasar yang menjadikan mereka seperti ini, Ketika Abu Bakar dan Umar bin Khattab berselisih tentang tindak lanjut tawanan perang badar, Umar berpendapat agar mereka dibunuh sedangkan Abu Bakar berpendapat agar mereka dilepaskan dengan tebusan, namun ketika Allah menentukan aturan, mereka tidak mengeluarkan kalimat apapun kecuali sami'na wa atho'na.Orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal”.(QS.az –Zumar : 18) " “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja)”(QS. Al-Maidah : 48)
Ayat ini tidak sedang berbicara tentang "kebebasan" yang dituhan-tuhankan oleh kaum pecinta dunia, tapi ayat ini merupakan informasi penting bagi umat islam agar bisa saling tolong-menolong, bekerja sama dalam perbedaan warna persepsi. Kalau islam mengajarkan agar bertoleransi kepada agama lain, bagaimana dengan kita sesama islam?Catatan penting bagi setiap umat islam, bahwa tolerasi dan saling memahami satu dan yang lainya menjadi acuan bagi kita agar terwujudnya satu kesatuan, tentunya selama tidak merusak akar agama yang berpedoman kepada kaidah-kaidah usul tauhid, jika kita telah sampai pada tingkat ini, maka umatan wahidah akan muncul kembali, dalam arti kata tidak mesti terjaring dalam sebuah lingkaran tertentu, namun mereka diikat dengan tali persaudaraan islam, serta bagi-bagi tugas walaupun dari posisi yang terpisah, karena sesungguhnya setiap yang beriman adalah saudara, dan persaudaraan yang kuat ini tidak mudah renggang begitu saja hanya karena hal yang tidak logis untuk dijadikan alasan "saling menjauh"
Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq ketika baru menjabat sebagai khalifah, berpesan kepada seluruh umat islam ketika itu, agar patuh dan tunduk kepadanya selama tidak bertentangan dengan al-Quran dan sunnah.
Tidak ada keraguan lagi bahwa al-Qur'an adalah panduan hidup umat manusia, jika terjadi perdebatan maka kepada Allah dan Rasul-Nya tempat mengadu. Tapi mengapa sejarah mencatat bahwa perang saudara bisa saja terjadi padahal mereka sama-sama merujuk kepada al-Quran?? Kembalikan pertanyaan ini kepada nurani umat, karena hasil interaksi hati dan pemikiran yang benar dengan al Qura'n tidak akan pernah merubah apa yang telah diprediksikan oleh al Qura'n. “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan rasulNYA dan peminpin dari kalian, jika kalian berselisih akan sesuatu, kembalikanlah kepada Allah dan rasulNYA, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir yang demikian itu sebaik-baik dan sebagus pengertian”.(QS. an-Nisa:59) .
Abu Rahmah*
إرسال تعليق
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com