Pengertian Dakwah Menurut Abu A’la Al-Maududi
• Bahwa biografi Abul A’la Al-Maududi hampir mirip dengan perjalanan
hidup para tokoh pergerakan Islam yang ada di tempat-tempat lain atau di
masa-masa yang berbeda.
• Mereka menghadapi berbagai masalah dan mengalami pahit getirnya
perjuangan, akan tetapi masalah yang berbeda adalah konsep masing-masing
dari mereka dan pemahaman tentang dakwah Islam.
• Jika pemahaman Imam Al-Maududi tentang Islam mempunyai titik temu
dalam banyak hal dengan pemahaman para tokoh lainnya, di sana ada
beberapa hal yang membedakan Al-Maududi dari mereka.
• Islam dalam dakwah Al- Maududi adalah satu revolusi terhadap kejumudan dan keterbelakangan.
• Al-Maududi merasa terpanggil untuk bangkit karena adanya sebagian
kaum Muslimin yang memandang Islam sebagai warisan nenek-moyang mereka
tanpa adanya warisan tanggungjawab atau tanpa memahami Islam lebih dari
sekadar upacara ritual pernikahan, masalah-masalah waris, atau berbagai
upacara pemakaman atau upacara-upacara ritual lainnya yang dianggap
sebagian dari agama.
• Mereka jauh dari pemahaman bahwa Islam adalah sistem yang sempurna
bagi kehidupan yang meliputi semua urusan kehidupan Muslim baik
kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat, sehingga kehidupan
Muslim dan masyarakat Islam yang berpegang pada ajaran syari’at menjadi
bersih, bebas dan mulia. Oleh karena itu Muslim bukanlah setiap orang
manusia yang mewarisi Islam dari orang tuanya dan dari orang
sekelilingnya seperti mewarisi harta kekayaan, melainkan ia adalah orang
yang memiliki tugas khusus yang tidak akan menjadi setiap orang Muslim
yang benar apabila mengurangi tugas-tugas itu atau melupakannya.
• Al-Maududi secara ringkas mengemukakan tugas ini:
“Tugasku kepada kaum Muslimin adalah untuk memahamkan
tanggungjawab terhadap tugas-tugas itu, yaitu tanggungjawab yang
dikenakan terhadap mereka sebagai umat Islam. Tidaklah cukup hanya
sekadar mengatakan kami umat Islam. Tetapi ketika percaya kepada Allah
sebagai Zat yang disembah dan Islam sebagai agama, maka yang demikian
itu harus ada dalam perasaan dan memikirkan bagaimana pelaksanaannya.
Jika tidak bangkit untuk melaksanakan tanggungjawab ini berarti tidak
mungkin bebas dari tanggungjawab pengabaian di dunia ataupun di
akhirat.”
• Apakah yang dimaksud dengan tanggungjawab-tanggungjawab ini?
Tanggungjawab ini bukanlah hanya beriman kepada Allah, kepada
malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya,
dan kepada hari akhirat semata. Dan tidak pula hanya sekadar mendirikan
shalat, berpuasa pada bulan Ramadhan, membayar zakat dan menunaikan
haji. Begitu pula tidak hanya melaksanakan dasar-dasar Islam dalam
hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan, thalaq, warisan dan
sebagainya. Melainkan di sana ada tanggungjawab di atas semua ini yang
menjadi beban di atas bahu setiap orang Muslim; yaitu menjadi saksi
kebenaran di hadapan dunia seluruhnya dengan menunjukkan apa yang
diimani dalam sikap dan perilaku.
• Al-Qur’an telah berbicara mengenai ummah muslimah sebagai penegasan bahwa umat ini mempunyai kedudukan khusus yang mengandung makna besar, bahwa Muslim akan menjadi hujjah untuk saksi kebenaran terhadap hamba-hamba Allah:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
“Dan demikian (pula) Kami telah
menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu “. (Al-Baqarah: 143)
• Inilah tujuan hakiki keberadaan umat Islam. Dan karena itu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim untuk mewujudkan tujuan ini.
• Jika tidak, maka hidupnya berarti tanpa tujuan. Ini diwajibkan oleh
Allah. Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya dengan firmanNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah..” (An-Nisa: 135)
• Ini merupakan hal yang menjadi satu keharusan, yang tidak ada pilihan lain, karena Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللَّهِ
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah”
• Menunjukkan jalan kebahagiaan manusia dan keselamatannya. Yang dimaksudkan dengan syahadah yang
dipikulkan di atas bahu adalah tugas menjelaskan kebenaran yang datang
di hadapan kita, dan kesaksian yang jelas bagi kita kemudian kita.
• Jalan yang nyata ini menjadi tugas untuk dijelaskan semuanya kepada dunia seluruhnya. Syahadah yang menjadi tugas ini ada dua jenis:
– Syahadah Qauliyyah, maksudnya adalah kesaksian dengan perkataan.
– Syahadah ‘Amaliyah, yaitu kesaksian dengan amal perbuatan.
• Syahadah Qauliyah ini terungkap dalam karya para penulis
dan penceramah dengan menjelaskan kebenaran dan menggunakan semua sarana
yang memuaskan serta menarik dalam rangka menanamkannya secara mantap
dalam hati. Mereka ini menggunakan semua sarana tabligh dan dakwah,
media cetak dan penerbitan yang dapat dilakukan serta memakai semua
sarana ilmu dan teknologi sebagai usaha menyebarluaskan ajaran agama
yang telah ditetapkan oleh Allah kepada para hambaNya.
• Dalam menjelaskan semua ini kepada manusia hendaklah dengan cara
yang baik agar apa yang disampaikan dapat diterima sebagai petunjuk
dalam bidang pemikiran dan aqidah: akhlak, sirah, sosial, peradaban, mencari nafkah, hubungan antarabangsa, dan aspek-aspek kehidupan lainnya.
• Ini semua menuntut hujjah dan bukti untuk mendukung kebenaran,
membuka kebatilan agar diketahui oleh semua orang. Tidak mungkin kita
mengemukakan syahadah qauliyah ini secara baik kecuali apabila
umat memberi perhatian pada masalah menyampaikan hidayah pada umat
manusia, sebagaimana perhatian para nabi secara individu terhadap
masalah ini.
• Dalam melaksanakan kebenaran ini ada keharusan memuatkan satu titik
fokus bagi semua usaha sosial, semua usaha dalam bentuk secara lisan,
mengkhususkan semua kekuatan mental dan psikologis yang kita miliki.
• Semua sarana yang dapat dipergunakan, dan harus senantiasa
menjadikan tujuan ini sebagai sasaran yang sedang diusahakan
perwujudannya ketika sedang melakukan tugas dalam hidup.
• Sedangkan syahadah ‘amaliyyah, yang artinya adalah
mewujudkan kesaksian dalam bentuk perbuatan dalam hidup ini yang
merupakan dasar-dasar yang diperintahkan untuk dijadikan pegangan. Sebab
dunia tidak akan menerima kebenaran ini meskipun disebutkan
berulang-ulang dengan lisan atau tulisan. Semua orang ingin melihat
kebaikan-kebaikan kebenaran ini dalam kehidupan nyata kita dengan mata
kepala mereka sendiri, tidak hanya mendengar dengan telinga mereka;
mereka ingin merasakan citarasa manis keimanan yang muncul pada perilaku
akhlak;
• Mereka ingin melihat bagaimana petunjuk agama dapat membentuk
manusia yang baik dan menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.
• Mereka ingin melihat bagaimana petunjuk agama dapat menciptakan
peradaban dan kebudayaan yang suci dan terhormat. Bagaimana memberi
sumbangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni yang berjalan pada
garis-garis yang benar dan sehat.
• Mereka ingin melihat bagaimana kerjasama ekonomi dan kasih-sayang
dalam masyarakat dengan memberi hak kepada kita dalam bentuk perbuatan
nyata.
• Inilah kebenaran yang diungkapkan dengan syahadah ‘amaliyyah. Amal perbuatan individu dalam masyarakat adalah yang menjadi bukti kesaksian ini.
• Perlu ditambahkan di sini bahwa menyempurnakan syahadah ‘amaliyyah ini dapat
dilakukan secara penuh ketika terdapat suatu negara yang melaksanakan
kebenaran ini sesuai dengan yang diajarkan oleh Allah dan agama
diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan.
• Kita harus dapat membuktikan kesaksian kepada dunia seluruhnya
bahwa agama yang menciptakan negara ini adalah jaminan satu-satunya
yang memberi kebahagiaan hidup manusia.
• Bilamana syahadah ‘amaliyyah berjalan bahu-membahu dengan syahadah qauliyyah maka
saat itu kita dapat mengatakan tanggungjawab yang ada di atas bahu
individu Muslim serta umat Islam telah ditunaikan dan berarti kesaksian
itu telah dilaksanakan sepenuhnya dan umat seluruhnya berada dalam satu
situasi yang memungkinkan baginya untuk berdiri di belakang Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan menyampaikan kesaksian bahwa umat ini telah menyampaikan apa yang disampaikan oleh beliau.
Islam Satu Gerakan Yang Meliputi Berbagai Urusan Hidup
• la adalah aqidah yang menjadi sumber sistem kehidupan utuh yang
berjalan seiring dengan perkembangan dan sesuai dengan setiap keadaan di
setiap tempat dan masa.
• Atas dasar ini orang mulai mendengar bahwa politik sebagian dari Islam, bahkan merupakan sebagian pokok dari agama ini.
• Politik dalam tradisi umat Islam pernah menjadi permainan paling
kotor hingga muncul secara luas dalam waktu panjang bahwa orang
terhormat tidak mungkin masuk dalam permainan ini. Hal ini terjadi pada
Al-Maududi sendiri ketika ramai di antara pendukungnya memberi nasehat
agar ia menjauhi kancah politik dan menjaga dirinya yang terhormat itu
dari permainan kotor ini.
• Akan tetapi Al-Maududi dapat membuktikan kepada semua bahwa politik
dapat meliputi prinsip-prinsip yang baik, kejujuran, membuktikan
kebenaran, membangunkan sikap-sikap yang terpuji serta membela hak umat.
• Tanpa itu Islam tidak mempunyai makna selain simbul dan ritual saja.
Pandangan Al-Maududi ini juga dituju kepada pemilihan anggota
Parlemen yang dipandang orang sebagai kancah permainan dan persaingan
tidak sehat untuk mencapai kedudukan melalui cara yang tidak terhormat.
• Al-Maududi menyeru untuk mengakhiri cara pencalonan anggota
Parlemen yang tidak sehat yang sering menggunakan cara-cara keji dan
licik sehingga memperdaya para pemilih.
• Kaum Muslimin dengan bersemangat meng-angkat syi’ar: “Al-Quran perundangan kami.”Al-Maududi
menjelaskan bahwa Al-Qur’an benar-benar undang-undang kita akan tetapi
adanya satu ikatan antara rakyat dan penguasa di negeri moden merupakan
satu hal yang amat penting.
• Hal demikian menjelaskan hubungan antara pemerintah dan
pentadbirannya, sesuai dengan apa yang ada dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah.• Akan tetapi para ulama’ tradisional dan juga kaum terdidik
berhaluan sekuler tidak mau menerima gagasan perundangan Islam.
• Bahkan para pakar hukum belum terdetik dalam fikiran mereka tentang
bentuk perundangan untuk negeri Muslim. Tetapi Al-Maududi menjelaskan
jawaban atas keraguan semua pihak
mengenai gagasan perundangan Islam itu dengan penjelasan dan hujjah yang didukung dengan dalil dan bukti melalui karya-karyanya:
– Kekuasaan Tuhan (Al-Hukm Al-llahi).
– Prinsip-Prinsip Syura (Ushul Asy-Syura).
– Prinsip-Prinsip Pemilihan (Ushul al-lntikhab).
– Jawatan-Jawatan Yang Diduduki Wanita (Al-Manshab Allati Tatawallaha Al-Mar’ah).
– Tujuan Pemerintahan (Al-Hadaf min Wujud Al-Hukumah).
– Prinsip-Prinsip Ketaatan Pada Penguasa (Ushul Tha ‘ah Ulil Amri).
– Hak-Hak Asasi (Al-Huquq Al-Asasiyyah).
– Pelayanan Umum (Al-Khadamat Al- ‘Ammah).
– Hak-Hak Awam (Al-Huquq Al-Madaniyyah).
– Hak-hak Ahli Dzimmah (Huquq Ahl Adz-Dzimmah) dan lain-lainnya.
• Al-Maududi telah membuat peta lengkap dan jelas mengenai
tanda-tanda penerapan sistem Islam, la menjelaskan bagaimana sistem
ekonomi dalam Islam.
• bagaimana sistem pendidikan dan bentuk politik negara; bagaimana
dapat meningkatkan tingkat kesejahteraaan; bagaimana memperbaiki
kelompok masyarakat yang akrab dengan kebatilan dalam negeri Islam.
• prinsip-prinsip apa yang menjadi fokus pembinaan kesehatan;
langkah-langkah pokok apa yang diambil untuk meningkatkan pertanian dan
industri.
• sifat dan kriteria apa yang harus dimiliki oleh para pegawai Muslim
yang memegang jawatan penting dalam pemerintahan Islam; bagaimana
mempersiapkan mereka.
• bagaimana cara mempersiapkan mereka; bagaimana mempertahankan
negara Muslim; bagaimana politik dalam dan luar negerinya. Al-Maududi
tidak meninggalkan satu pun bidang kehidupan yang tidak dibahas sesuai
dengan rancangan sistem Islam yang ia tulis.
• Demikian, pada saat ramai di kalangan tokoh pergerakan Islam tidak
membahas infrastruktur pemikiran tentang sistem Islam yang diperjuangkan
.
• Al-Maududi membuat infrastruktur yang ia terjemahkan dalam realitas
kehidupan terbatas yang dapat difahami oleh para pendakwah Muslim dan
juga dapat difahami oleh orang lain yang mempunyai peninjauan yang
berbeda.
Islam Pergerakan Realistik
• Islam bukan sekadar pemikiran dan teori Idel yang dikemukakan dalam
lembaran kertas melainkan sebuah pergerakan yang tampak dalam realitas
ketika dibawa oleh orang-orang yang meyakininya dan membela ajarannya.
• Sebesar mana komitmen mereka dan kesesuaian pemikiran dan amal
perbuatan mereka dengan Islam sebesar itu pula keberhasilan dan
tersebarnya pergerakan ini.
• Dari sini Al-Maududi memberi batasan untuk jamaah yang
bertanggungjawab dalam melaksanakan ciri pergerakan Islam, hal-hal
tersebut adalah sebagai berikut:
A. Komitmen Pada Akhlak Islam.
Masalah ini sering muncul dengan nyata, bagaimana dalam sebuah pergerakan Islam para pengikutnya tidak mempunyai perilaku rabbani.
Seringkali terjadi orang-orang yang mempunyai kepentingan pribadi
menyelinap masuk ke dalam barisan pergerakan Islam. Mereka tidak
mempunyai akhlak Islam yang sebenarnya sehingga seringkali perbuatannya
tidak berbeda dengan para ahli politik lain.
Oleh sebab itu AI-Maududi mendesak agar yang masuk ke dalam Jamaah
Islam hanya orang-orang yang mempunyai komitmen pada akhlak Islam
sehingga perilakunya mencerminkan sifat rabbani dalam pengertian yang shahih.
Al-Maududi mengajak sahabat-sahabatnya untuk mengikat diri pada
Sang Penciptanya dengan satu ikatan khusus yang ia sebut dengan perintah
Qur’ani di mana hati dan jiwa setiap orang hamba merindukan amal
perbuatan yang diperintahkan oleh Allah.
Hal ini tidak mungkin terwujud kecuali dengan mengikuti
keteladanan Rasulullah dan berakhlak Qur’ani, seolah Al-Qur’an
diturunkan kepadanya.
Adapun mengenai cara yang disarankan oleh Al-Maududi dalam langkah
perbaikan diri dan pensucian jiwa menuju akhlak Qur’ani, ia menjelaskan
dalam sebuah pernyataan:
• “Pengobatan terhadap keburukan akhlak ada tiga cara, yaitu dengan
doa yang baik dari teman-teman setianya, bergaul dengan teman yang baik
dan usaha dari diri sendiri menuju kebaikan.
• Sedangkan selain itu tidak ada pengubatan yang lebih baik kecuali
menghisab diri kita. Sebab Allah telah memberikan manusia citarasa yang
mendorong dirinya untuk melakukan kebaikan dan citarasa ini disebut dhamir (kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui proses pemikiran). Dhamir ini memerlukan dua perkara;
– Pertama, pencerahan dengan cahaya ilmu sedapat mungkin agar dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.
– Kedua, senantiasa mengisi dhamir dengan unsur penguat
seperti melakukan shalat wajib dan sunat, puasa, membayar zakat dan
sedekah, dan berbuat baik dengan memberi pengabdian kepada orang lain
dalam amal fi sabilillah. Hak-hak ini semua dapat mengangkat dhamir pada kedudukan yang tinggi.”
• Lurus Dalam Pemahaman Konsep Islam.
• Kelurusan konsep dalam hati dai dan perilakunya merupakan hal yang amat penting.
• Al-Maududi pernah menghadapi, ketika di India, konsep-konsep
menyeleweng seperti ini sehingga ia banyak menemui di kalangan kaum
Muslimin yang terpengaruh oleh pemahaman nasionalisme India untuk
membebaskan diri dari kungkungan penjajah Britain, padahal
mereka sebenarnya dengan demikian menempatkan diri dalam pengaruh
kekuatan golongan Hindu.
• Pada tahap kedua di kalangan umat Islam tersebar pemahaman
nasionalisme Arab, yang pada isi kandungannya tidak berbeda dengan
pemahaman nasionalisme di Eropa.
• Lalu kaum Muslimin yang secara psikologi terdesak mulai meniru
Barat dalam hal pemikiran dan kepemahamannya. Al-Maududi menentang
pemaham Nasionalisme dalam kedua tahap tersebut.
• Al-Maududi berbicara mengenai nasionalisme dan kebangsaan dengan
mengatakan: “Wilayah nasionalisme yang dibentuk oleh Islam bukanlah
wilayah materi, melainkan wilayah mental.
• Boleh jadi orang yang dipisahkan secara fizikal oleh jarak yang sangat jauh tetapi keduanya berada dalam satu wilayah ini.
• Wilayah ini dibatasi oleh kalimah ”La llaha illallah Muhammad Rasulullah.” Dengan asas kalimat suci ini kita membedakan persahabatan dan permusuhan.
• Menetapkan kalimah ini berarti bersatu dan mengingkarinya berarti memisahkan diri.
• Barangsiapa dipisahkan oleh kalimah ini maka tidak mungkin boleh
disatukan dengan ikatan darah, negeri, bahasa, jenis makanan, atau
pemerintahan.
• Dan barangsiapa disatukan oleh kalimah ini, maka tidak mungkin
dipisahkan dengan apapun; sungai, laut, samudera, bahasa, hubungan
darah, warna kulit, dan seterusnya.
• Setiap Muslim, baik ia dari China maupun dari Marakesh, berkulit
putih atau hitam, India atau Arab, Semit atau Aryan, rakyat suatu negeri
atau rakyat negeri lain, ia adalah sebagian dari umat Islam, setiap
orang anggota dari umat Islam yang berhak mendapat perlindungan
undang-undang Islam.
• Sebab tidak ditemui dalam syari’at Islam satu peraturan pun yang
membedakan setiap orang Muslim dari Muslim lainnya atas dasar etnik atau
bahasa atau negeri, dalam bidang kehidupan apapun, baik politik,
ekonomi, sosial, atau bidang mu’amalat dan ibadah.
• Setiap orang Muslim tidak akan dapat memahami pemikiran Al-Maududi
ini dengan baik kecuali setelah menyaksikan jamaah-jamaah yang mengaku
memperjuangkan Islam itu ternyata lebih banyak dipengaruhi oleh
pemahaman nasionalisme dan sekulerisme.
Islam Sebuah Gerakan Pemikiran dan Pembinaan.
Gerakan Islam yang ada, memandang masalah pemikiran terbahagi menjadi dua;
Pertama: Memandang bahwa reformasi harus melalui
pendidikan individu kemudian memperbaiki masyarakat, setelah itu
mendirikan negara Islam. Tidak menjadi masalah untuk masuk ke dalam
barisan mereka apakah orang itu sudah mendalami pemikirannya atau belum,
sebab hal itu bagi mereka tidak terlalu penting. Bahkan sebagian
pemikir aliran ini mempunyai konsep bahwa pendalaman dalam bidang aqidah
dan kepemahaman akan kekukuhan syahadah tauhid cukup untuk membuat
revolusi Islam yang diharapkan. Mereka amat tidak begitu senang dengan
orang-orang yang menuntut diadakannya berbagai pembahasan dan kajian
pemikiran bahkan memandangnya sebagai hal yang tidak akan membawa erti
penting, sebab tugas ini tidak akan dapat dimulai dengan baik kecuali
setelah negara Islam berdiri, yaitu ketika keperluan pada kajian seperti
ini benar-benar telah diperlukan.
Kedua: Adalah pemikiran yang memandang bahwa masalah
ini pada dasarnya merupakan masalah pemikiran dan bahwa menyebarluaskan
pemikiran Islam akan menimbulkan revolusi pemikiran yang pada
gilirannya akan melahirkan revolusi Islam yang diharapkan. Para penganut
pemahaman ini memandang sinis masalah pembinaan dan aspek akhlak rabbani dalam kehidupan
dai bahkan menuduh para penganut pemahaman pembinaan bahwa mereka
hanyalah sekadar para pemberi nasehat kepada orang lain tentang akhlak
dan tingkah-laku yang baik. Perjalanan waktu menjelaskan tentang
kedua-dua pemahaman yang muncul dalam lapangan pergerakan. Pada saat
kelompok kedua menyusut maka kelompok pertama berkembang akan tetapi
tidak memberi pengaruh Islam yang diharapkan.
• Imam Al-Maududi telah dapat memadukan antara dua aliran ini sejak
masa awal dan memandang pemikiran dan pendidikan sebagai pasangan serasi
yang tidak dapat dipisahkan dalam pembentukan individu Muslim menjadi
da’i.
• Boleh jadi wawasan luas Al-Maududi mengenai pemikiran Islam dan
falsafah Barat serta kemampuannya dalam menganalisa terhadap berbagai
masalah pemikiran, telah memungkinkan baginya menduduki posisi ini dan
berhak mendapat kehormatan sebagai pemilik aliran pendidikan pemikiran.
• Benar, bahwa ramai di kalangan penulis Muslimin telah mengambii
pemikiran Al-Maududi, akan tetapi penulis yakin bahwa mereka itu
mengambii aspek keimanan, pembinaan dan aqidah, tetapi kurang memberi
perhatian pada aspek pemikiran dan bahkan barangkali justeru menentang
Al-Maududi.
• Kajian tentang berbagai aspek pemikiran Al-Maududi akan membawa kita kepada satu kesedaran akan ketinggian pemikirannya.
• Ide tentang Idarah Darul Islam yang ia dirikan pada tahun
1938 di Lahore agar ia dapat hidup bersama orang-orang mukmin dalam satu
model kehidupan Islam adalah merupakan gagasan yang canggih.
• Sebab Islam baginya bukanlah satu teori yang ada dalam diri kita
atau suatu teori yang diberikan untuk manusia melainkan kehidupan dan
model yang kita berikan untuk orang lain.
• Perhatikanlah realitas gerakan Islam di dunia. Realitas
kepemimpinan yang menggugah massa dengan berbicara mengenai berbagai
Idelisme akan tetapi tidak lama kemudian mereka melihat perselisihan dan
perpecahan menjadi beberapa kelompok atau parti pribadi di balik
selubung: “Aku adalah dakwah, dan dakwah adalah aku.“
• Ketika hal itu terjadi, massa mengalami keputusasaan dan
tertanya-tanya: Jika mereka tidak dapat menerapkan Islam pada diri
mereka sendiri dan di antara mereka sendiri, maka bagaimana mungkin
dapat mengajak orang lain kepada Islam, dan hagaimana mungkin
membuktikan hakikat dakwahnya dalam kehidupan nyata?
• Di antara tanda ketulusan yang paling utama dalam orientasi adalah
kemampuan menyertai perjalanan kader-kader yang memimpin amal islami.
• Apabila mampu hidup sesama mereka secara Islami, terhormat dan bersih, maka pada gilirannya mampu meneruskan perjalanan.
• Tetapi jika sebaliknya yang terjadi sehingga mereka seolah-olah
bersatu padahal hati mereka bercerai-berai, maka hal ini sungguh sangat
tercela dan bukan sifat-sifat orang mukmin.
• Ide mengenai perbaikan pemikiran yang dianggap sebagai landasan
bagi langkah-langkah pembaharuan yang lain, adalah Ide yang baik dan
mempunyai acuan dari sirah Nabi, dari pemahaman realitas hidup, dan dari peraturan-peraturan organisasi.
• Rasulullah Saw ketika mengawali dakwah secara rahasia di
Makkah, beliau mulai mengajak orang-orang yang ia imani dari kalangan
orang-orang yang mempunyai wawasan dan fikiran matang.
• Pada saat itu setiap orang lelaki dari kabilah tertentu datang
kepada beliau dan ingin masuk Islam, lalu beliau bersabda kepadanya
-padahal beliau sangat memerlukan pembela dan pendukung: “Bergabunglah dengan kaummu (tidak usah mengumumkan keislaman sekarang).
• Lalu apabila kamu mendengar seruan Islam dan kekuatannya tersebar, maka datanglah (bergabung) kepada kami.”
• Aktifitas gerakan menghajatkan pemikiran yang merumuskan kebijakan
untuk aksi nyata dan membawanya bukan kepada orang-orang awam yang tidak
mampu menggarap gagasan dan tidak mampu bertahan.
• Dari titik tolak ini, Rasulullah Saw berdoa kepada Allah agar menolong Islam dengan setiap orang lelaki seperti Umar bin Al-Khaththab atau Amr bin Hisyam. Nabi Saw tidak mengatakan bahwa Islam akan berjaya ketika anggota jamaahnya telah mencapai 5,000 orang umpamanya.
• Partai-partai yang berhaluan materialisme sekuler mengamati hal
demikian dan mampu bertahan dengan anggota yang sedikit, sistem
pengorganisasian yang rapi, dan rencana yang matang untuk melaksanakan
tugas-tugas berat yang tidak dapat dilaksanakan oleh kelompok yang
beranggota ramai, tetapi tanpa organisasi yang rapi dan rencana yang
matang.
• Bertolak dari sini, Al-Maududi dalam masa-masa hidupnya telah dapat
memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam amal Islami pada
saat banyak Aktifitas Islam di berbagai negeri tidak dapat menemui
pemecahannya.
• Bahkan Al-Maududi telah memberi pemecahan yang sesuai untuk masa peralihan kepada pemerintahan Islam.
• Al-Maududi berbicara tentang kriteria individu yang Idel,
hak-haknya, kewajiban-kewajibannya, tentang pemilihan umum, tentang
negara, tentang undang-undang dan peraturan, syura, masalah wanita, dan
puluhan masalah pemikiran yang masih menjadi bahan pembicaraan orang
hingga sekarang.
• Al-Maududi tidak banyak memberi perhatian kepada kuantitas dan “tumpukan individu” seperti
yang dilakukan oleh tokoh-tokoh lain, bahkan ia tidak peduli mendirikan
Jamaah Islam pada saat ia tidak mempunyai anggota selain hanya beberapa
orang saja.
• Begitu juga ia tidak banyak mempermasalahkan anggota Jamaahnya yang
hanya berjumlah 625 orang setelah 6 tahun melakukan kegiatan terus
menerus.
• Gerakan Islam di dunia dituntut mengikuti fiqh pemikiran pergerakan
ini agar tidak menaruh kepercayaan kepada konsep bahwa revolusi
pemikiran dan perubahan secara Islami yang diinginkan hanya dapat
dilaksanakan dengan kuantitas yang besar tanpa memperhatikan usaha-usaha
untuk memberikan kepada amal Islami hasil yang positif.
• Hal demikian dengan sendirinya tidak berarti tidak memperhatikan manusia atau memberi perhatian dakwah Islam kepada mereka.
• Sebab ini adalah masalah lain yang tempatnya di masjid, media massa, ceramah, demonstrasi, dan sarana-sarana dakwah lainnya.
• Kewajiban pemuda Muslim yang utama adalah mengambil jalan menuju
pembinaan institusi pemikiran yang dapat memberi jawaban yang benar
terhadap setiap tentangan umat, baik secara ilmiah maupun ekonomi,
politik, atau sosial.
• Pemikiran Al-Maududi jelas kuat dan menonjol. Keunggulan pemikiran adalah masalah pokok dalam gerakan Islam.
• Boleh jadi setiap pergerakan Islam dapat mengambil sikap yang
sesuai dengan maslahat akan tetapi tidak dapat dipisahkan dari karaktor
pemikiran meskipun hanya dengan satu langkah.
• Ini tidak berarti kejumudan pemikiran melainkan teguh memegang prinsip yang diyakini benar.
• Tidak diragukan bahwa pemikiran yang tidak konsisten dan tidak
jelas dalam prinsip-prinsip dasarnya merupakan kesalahan yang
menyebabkan kehilangan kepercayaan orang lain terhadap dai dan dakwah
Islam.
• Al-Maududi mempunyai sikap yang tegas pada pemahaman nasionalisme
dan setiap bentuk fanatisme jahiliyah. la mempertanyakan dalam masalah
ini; apakah nilai Muslim yang mengikuti pemahaman nasionalisme? la tidak
berbeda dengan permata yang berubah menjadi potongan batu!
• Al-Maududi mempunyai sikap yang tegas terhadap peradaban Barat. la
mengkaji peradaban Barat dan falsafahnya, seperti layaknya setiap orang
pakar memberikan perbandingan antara peradaban Barat dan Islam.
• Begitu juga ia melakukan kritikan terhadap sistem sosial Barat,
sistem ekonomi, moral dan politik. Al-Maududi menegaskan bahwa peradaban
ini memiliki aspek-aspek positif yang patut diambil bukan karena
lahirnya di Barat melainkan karena ini merupakan hikmah yang hilang
milik orang mukmin yang patut diambil di manapun ditemui, ia adalah
manusia paling berhak untuk itu.
• Imam Al-Maududi dalam sikapnya ini mengambil jalan tengah antara
menolak mentah-mentah dan antara menerima mentah-mentah segala yang ada
dalam peradaban ini.
• Umat Islam sibuk berdebat mengenai masalah kecil seumpama apakah pembesar suara boleh dipakai dalam shalat atau tidak boleh.
• Para ulama’ pun mengeluarkan fatwa bahwa menggunakan alat ini hanya
dalam hal-hal yang tidak berkaitan dengan agama, tidak boleh digunakan
dalam shalat.
• Dalam masalah seperti ini Al-Maududi mengata-kan dengan ungkapan sederhana: “Tidak mungkin
kita mengatakan bahwa menggunakan alat ini haram menurut syari’at.
Menggunakan alat ini menjadi haram jika dipakai untuk mengeraskan suara
kebatilan dan boleh dipakai untuk mengeraskan suara kebenaran. “
• Kaum Muslimin di kebanyakan negeri masih terus sibuk berdebat dan
mengeluarkan fatwa tentang setiap penemuan baru yang beredar di dalam
masyarakat seperti radio, television, komputer dan Iain-lain.
• Sebagian orang yang mengkaji pemikiran Al-Maududi menganggap bahwa ia mengkafirkan orang yang tidak mangamalkan syahadah dengan
amal perbuatan dan bahwa orang Islam pada masa sekarang tidak memahami
makna istilah-istilah pokok yang ada dalam Al-Qur’an, seperti; Allah,
Rabb, ibadah dan agama Islam.
• Oleh karena itu ada keharusan menterjemahkan syahadah dengan amal perbuatan untuk memantapkan pemahamannya.
• Padahal anggapan seperti ini jauh sekali dari kenyataan pemikiran
Imam Al-Maududi bahkan ia sendiri menghindari sikap seperti ini.
• Manusia yang berani berbuat lancang terhadap kuasa Allah dan
memberi kuasa keampunan kepada suatu kaum dan menolak keampunan atau
mengkafirkan kaum yang lain, adalah orang bodoh yang tidak menghormati
dirinya sendiri, sebab ia menempatkan dirinya pada posisi yang salah.
• Setiap orang Muslim bagaimana pun adalah setiap orang da’i kepada
Allah, bukan setiap orang hakim yang menentukan orang masuk syurga atau
neraka.
• Mengkafirkan ibarat pedang bermata dua, sebab mengkafirkan setiap
orang, orang itu pun akan segera mengkafirkan orang yang mengkafirkan
itu dan terjadilah pertikaian antara sesama Muslim sendiri di mana
masing-masing menghalalkan darah dan kehormatan mereka.
• Yang demikian merupakan bencana besar dari Allah. Dalam hal ini
Al-Maududi mengemukakan: “Ada keharusan bagi kita supaya teliti dalam
masalah mengkafirkan Muslim
dan kita harus mensikapi secara berhati-hati seperti halnya
berhati-hati dalam memberi fatwa tentang membunuh sesetiap orang. Kita
harus teliti bahwa dalam hati setiap Muslim yang beriman kepada Allah
dan RasulNya apabila muncul dari dirinya, maka kita harus berbaik sangka
dan menganggap ini hanyalah karena ketidaktahuan dan tidak dimaksudkan
berubah dari iman kepada kekufuran.
• Begitu pula tidak dibenarkan mengeluarkan fatwa yang mengkafirkan
hanya dengan mendengar ucapannya yang dipandang mencerminkan kekufuran,
melainkan kita harum menjelaskan dan memahamkan dengan cara yang baik
tentang apa yang menjadi masalah mereka sehingga jelas mana yang benar
dan mana yang salah.“
• Dengan jiwa yang mulia ini, Al-Maududi menangani
penyelewengan-penyelewengan yang banyak terjadi pada diri orang-orang
yang mempunyai pengaruh di kalangan masyarakat Muslim.
• Imam Al-Maududi memandang bahwa sistem pendidikan Islam yang ada
sekarang yang mengarah kepada teori pendidikan Barat dan asing dari
Islam tidak mungkin dapat diambil secara mentah-mentah untuk
membangkitkan umat Islam sebab di sana terdapat perbedaan nilai-nilai
dasar antara keduanya.
• Dalam hal ini Al-Maududi mengemukakan: “Sistem pendidikan sekarang
yang diguna untuk mendidik dan membina kader-kader umat tidak dibuat
untuk mencetak pemimpin umat ini.
• Melalui lembaga-lembaga pendidikan ini kita mem-pelajari falsafah,
pengetahuan umum, ekonomi, hukum dan politik, sejarah, dan ilmu lainnya
sesuai dengan keperluan semasa, sementara kita sengaja menjauhkan kajian
falsafah Islam, prinsip-prinsip hikmah dalam Islam, sejarah Islam dan
sosiologi, maka apa yang diharapkan dari ini semua? Dalam fikiran akan
terlakar peta kehidupan yang tidak Islami; berfikir dengan cara yang
tidak Islami; memandang segala permasalahan hidup dengan pandangan yang
tidak Islami sebab sudut pandangan Islami tidak terlintas sama sekali di
depan mata, wawasan yang didapati tidak saling berkait dengan hal-hal
yang berhubungan dengan Islam. Pengetahuan-pengetahuan ini tidak akan
memberi manfaat yang diharapkan, melainkan sebaliknya akan menjauhkan
fikiran dari Islam.” Mengaitkan Yang Baru Dengan Yang Lama Dalam
Pendidikan
• Sistem pendidikan moden mempunyai perbedaan yang halus yang tidak
dapat dipisahkan dari peradaban masa kini yang bertentangan dengan
nilai-nilai Islam.
• Para pemuda Muslim belajar falsafah untuk mencari jawaban atas
masalah-masalah alam bukan Tuhan; mereka mempelajari ilmu-ilmu yang
memisahkan iman dengan pemikiran sehingga menjadi hamba materi;
mempelajari sejarah, politik, ekonomi, dan hukum serta ilmu-ilmu lainnya
dengan metodologi yang sama sekali berbeda dengan teori Islam dan
dasar- dasar peradabannya; mereka belajar dengan asas peradaban yang
berbeda dari segi jiwa dan tujuannya, serta metodologinya dari realitas
peradaban Islam.
• Setelah ini semua, apakah dapat diharapkan para pemuda itu
berpribadi dan berperilaku Islami dan hidup secara Islami? Tidak adanya
kaitan pendidikan ini dengan metode pendidikan lama yang mengarah kepada
Al-Qur’an dan Al-Hadith serta fiqh, tidak akan melahirkan harapan dapat
memberi hasil pendidikan yang diidamkan.
• Al-Maududi cuba memadukan antara pendidikan moden berupa ilmu-ilmu
moden yang memiliki segi-segi positif dengan ilmu-ilmu dasar yang
berdasarkan pada visi pendidikan Islam.
• Jika disana terdapat gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan pada masa
terakhir, Al-Maududi telah sejak lama mengemukakan gagasan ini.
• Al-Maududi memperhatikan situasi dan lingkungan serta jumlah kaum
Muslimin di negeri yang ia jadikan tempat untuk menerapkan strateginya.
• Sementara itu ramai dikalangan tokoh melakukan kesalahan yang
menjadikan semua wilayah sebagai satu strategi sebab tidak mungkin tugas
umat Islam di satu negeri yang mana umat Islam adalah penduduk minoriti
seperti halnya tugas mereka di negeri yang mayoritas penduduknya
Muslim.
• Oleh karena itu, pada saat Al-Maududi menuntut pe-nerapan syari’at
Islam di Pakistan dan mengubahnya menjadi sebuah negara Islam, ia
melihat masalah lain di India.
• Langkah-langkah Jamaahi Islami di India tidak seperti
langkah-langkah yang ditempuh di Pakistan sesuai dengan pertimbangan
keadaan yang ada di India. Maka Al-Maududi mengambil langkah-langkah
yang di antaranya:
– Memikirkan pertikaian kelas yang bermuara dari beraneka perbedaan yang ada.
– Memperbaiki masyarakat Islam sesuai dengan dasar-dasar Islam dan menyebarkan ilmu-ilmu agama di kalangan individu masyarakat.
– Melakukan pemilihan terhadap golongan terpelajar yang mempunyai
minat pada dakwah dalam kegiatan-kegiatan pembaharuan untuk meningkatkan
sumber daya manusia agar memungkinkan bagi mereka dapat menghadapi
pemahaman-pemahaman yang merusak Islam seperti pemahaman sekularisme,
komunisme, dan pemahaman-pemahaman lainnya.
– Usaha meningkatkan keahlian individu dalam bidang tulis-menulis,
berpidato dalam bahasa India dan bahasa-bahasa dialek lainnya agar lebih
mudah menyampaikan dakwah Islam dengan bahasa yang berbeda-beda.
Posting Komentar
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com