picture

Kejadian-kejadian penting yang terjadi setelah Fathu Makkah sampai Rasulullah saw. Wafat. (Bagian 1)

 

1. Perang Hunain
Setelah Allah swt. Membuka kota Mekkah untuk Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, maka berakhirlah sudah perlawanan orang-orang kafir Quraisy terhadap orang-orang mukmin yang berlangsung selama 21 tahun sejak di permulaan risalah. Kemudian setelah hal ini kaum Hawaazin berkumpul untuk memerangi Rasulullah saw., anda akan menemukan penjelasan peperangan ini dengan terperinci di dalam kitab “Sirah Ibn Hisyam”.
Kita akan menyebutkan pelajaran-pelajaran yang bisa di ambil dari peperangan ini, yaitu:
1. Kesombongan Malik bin ‘Auf dan yang tidak mau mendengarkan nasihat Duraid bin sh Shima karena ingin mendapatkan posisi kepemimpinan, dan takut tersaingi dengannya karena ketepatan pendapatnya, dan merasa sombong jika nanti kaumnya mengatakan: “dia adalah seorang pemuda yang kuat yang di taati, sedangkan ia mendengarkan nasihat orang tua renta (Duraid) yang sama sekali tidak ada kekuatannya”.
Seandainya Malik bin ‘Auf mendengarkan nasihat Duraid maka kaumnya akan terselamatkan dari musibah besar yang menimpa mereka yaitu pada harta mereka serta tidak akan menanggung malu yang sangat besar dengan tertawannya isteri-isteri mereka, akan tetapi kesombongan dan ke arogangan sang pemimpin menjerumuskan rakyat ke dalam bencana dan kerugian.
Kesombongannya enggang menerima kekuatan islam yang telah berhasil menundukkan kesombongan orang-orang kafir Quraisy setelah melalui peperangan yang panjang dan ujian yang sangat dahsyat. Dan dia mengira bahwa apa yang dia miliki dari para pemuda dan harta, akan mampu mengalahkan kekuatan pasukan orang-orang muslim yang baru dalam jiwanya, pada tujuan-tujuannya, dan pada aturannya untuknya dan kaumnya, kemudian kesombongannya membuat ia enggang kecuali keluar untuk memerangi kaum muslimin, maka ia memerintahkan kaumnya untuk membawa isteri-isteri mereka keluar ke medan perang begitupun harta mereka agar hal tersebut bisa menjadi penyemangat buat mereka, dan tidak menghiraukan nasihat Duraid yang mengatakan kepadanya: “kalau kalian akan mengalami kekalahan mungkinkah hal ini bisa mencegahnya?
Sesungguhnya Malik bin ‘Auf lupa bahwa orang-orang muslim yang akan memerangi mereka,  mereka tidak mengandalkan harta dan jumlah pasukan untuk meraih kemenangan, akan tetapi mereka bersandar kepada kekuatan Allah swt. Yang Maha Perkasa, dan Allah swt. Menjanjikan buat mereka kemenangan dan surga.
 Mereka tidak takut untuk mengalami kekalahan karena ingin menjaga isteri mereka dan harta mereka, akan tetapi mereka mengharapkan pahala dari Allah swt. Dan takut dengan hukuman-Nya bagi orang-orang yang lari dari medang jihad (peperangan) dengan azab yang pedih dan siksaan yang keras, Allah swt. Berfirman yang artinya:
“Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.(QS. Al Anfaal: 16).
Akhirnya Malik bin ‘Auf dan kabilah Hawaazin mengalami kekalahan, akibat dari kesombongannya itu tidak menimpa dirinya sendiri saja akan tetapi juga menimpa kaumnya secara keseluruhan.karena mereka mentaatinya dalam kesombongannya tersebut, ketika dia mengancam mereka jika mereka tidak menyetujuinya, dia akan merobek perutnya dengan pedang, maka dengan segera mereka mentaatinya.
Seandainya mereka mentaati nasihat orang tertua mereka Duraid bin sh Shima yang berpengalaman yang di sampaikan kepada mereka, dan tidak menuruti kesombongan pemimpin mereka yang masih muda, dan ketika mereka sudah mengalami kekalahan, mereka khawatir dengan kemarahan pemimpin mereka yang sombong dan arogan, seandainya mereka bertanya kepada diri mereka masing-masing: apa yang akan terjadi jika kita memarahinya? Maka jawabannya ialah: mereka akan menyingkirkan pemimpin mereka! Dan bagaimana dengan hal ini?  Bagaimana dengan perginya seorang pemimpin yang arogan dan sombang, yang ingin mendapatkan kehormatan dari peperangan tanpa di sertai dengan orang yang berpengalaman darinya mengenai peperangan dan hal-hal yang berkaitan dengannya? Apakah sama kehidupan seseorang dengan kehidupan sebuah kabilah atau umat secara keseluruhan?

Allah swt. Berfirman tentang kisah Musa as. Dengan Fir’aun, yang artinya:
“Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik”.
“Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut)”.
“dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian”. (QS. Az Zukhruf: 54-56).
2. Mengenai permintaan pinjaman Rasulullah saw. Kepada Shafwan sementara ia seorang musyrik yaitu seratus perisai atau tameng dan senjata-senjata orang-orang kafir, atau Rasulullah saw. Meminjamnya agar hal tersebut tidak menjadi sebab kekuatan orang kafir dan menguasainya, karena jika mereka mengambil senjata tersebut bisa saja menjadi sarana untuk menyakiti orang-orang muslim dan memberikan bahaya terhadap orang-orang muslim.
Rasulullah saw. Meminjam senjata-senjata dari Shafwan setelah Fathu Makkah, dan shafwan adalah seorang yang lemah di mana ia tidak sanggup untuk membuat syarat kepada Rasulullah saw. Hal ini dapat kita lihat dengan perkataan Shafwan kepada Rasulullah saw. Ketika beliau saw. Meminta hal itu kepadanya: “apakah hal ini adalah paksaan, wahai Muhammad? Maka Rasulullah saw. Menjawabnya: “hal ini adalah pinjaman yang di jamin sampai kami menyerahkannya kepadamu”.
Hal ini adalah  merupakan contoh dari contoh-contoh yang mulia tentang interaksi orang-orang muslim dengan musuh-musuh mereka yang kalah, seandainya Rasulullah saw. Ingin mengambil benda-benda tersebut darinya dengan secara paksa maka beliau saw. Pasti sanggup melakukannya, sementara Shafwan tidak sanggup untuk melakukan sesuatu, akan tetapi petunjuk kenabian dalam kemenangan dan berinteraksi dengan orang-orang yang terkalahkan ialah tidak mengganggu harta mereka setelah perang selesai dan meletakkan senjata, kita tidak pernah mengetahui seseorang melakukan hal seperti ini  sebelum Muhammad saw. Ada dan juga setelah beliau saw. Wafat.
Yang kita saksikan ialah interaksi pasukan-pasukan yang menang terhadap pasukan-pasukan lawannya yang kalah ialah mereka merampas harta mereka, kehormatan mereka, dan hak-hak mereka hal ini adalah bukti yang kuat terhadap apa yang kami katakan, Allah swt. Berfirman yang artinya:
“Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)” (QS. Al Ahzaab: 4).
3. Ketika Rasulullah saw. Keluar untuk berperang ke medan perang Hunain,  dan beliau saw. Bersama dengan 12.000 pasukan, yaitu orang-orang yang berangkat bersama beliau saw. Dari Madinah maka mereka menyaksikan Fathu Makkah, yaitu orang-orang Anshar dan Muhajirin, dan para kabilah yang bertetangga dengan Madinah, atau yang berada di jalan Madinah, 2000 orang yang masuk islam setelah Fathu Makkah, kebanyakan dari mereka belum terlalu meresap hidayah islam di hati mereka, dan orang-orang yang masuk islam setelah harapan-harapan mereka hancur untuk melawan dan mengalahkan islam, dalam pasukan ini terdapat juga orang-orang mukmin yang jujur dan ikhlas dengan iman mereka yang telah menjual kepada Allah swt. Jiwa dan raga mereka untuk memperkuat agama-Nya, serta di dalam pasukan ini juga terdapat orang-orang yang masih lemah agamanya, juga terdapat orang-orang munafik yang masuk islam dengan segan, mereka mempunyai rasa dendam dan dengki, beriman karena maksud-maksud tertentu sehingga mereka ikut berperang karena hal tersebut.
 Di antara pasukan tersebut ada yang menginginkan harta rampasan perang, oleh karena itu,  kekalahan yang di alami pasukan muslim pada perang ini (Hunain) di awalnya adalah hal yang tidak mengherankan, oleh sebab itu Rasulullah saw. Bersabda:
 “kita tidak akan menang sekarang karena sedikit”.
Artinya: pasukan seperti ini dengan banyaknya jumlahnya tidak akan menang kecuali karena hal-hal yang abstrak (keimanan yang ikhlas) yang terkait dengan setiap jiwa pribadi-pribadinya, berkaitan dengan keimanan mereka, kekuatan jiwa mereka dan keikhlasan mereka serta pengorbanan mereka.
Rasulullah saw. Telah meletakkan sebuah kaidah tentang hal ini kepada kita, yaitu kemenangan tidak akan di raih dengan banyaknya jumlah pasukan atau bagusnya persenjataan, akan tetapi kemenangan di raih dengan sesuatu yang abstrak yang mengalir di dalam jiwa-jiwa setiap pasukan, sehingga membuat mereka berani untuk berkorban. Al Qur’anul kariem telah memastikan hal ini di banyak surahnya, yaitu di antaranya:
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al Baqarah: 249).
Juga terdapat ayat-ayat yang turun setelah perang ini usai, yang mengisyaratkan dengan jelas tentang makna tersebut, yaitu:
“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai”.
“Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang- orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir”.
(QS. At Taubah: 25-26).
4. Mengenai perkataan sebagian orang-orang muslim kepada Rasulullah saw. Di tengah perjalanan mereka ke medan perang: wahai Rasulullah! Buatlah untuk kami sesuatu yang dapat kami pegangi sebagaimana mereka mempunyai sesuatu yang dapat mereka pegangi”.
Rasulullah saw. Menjawab mereka: “kalian telah mengatakan –Demi yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya- sebagaimana yang telah di katakan kaum Nabi Musa as. Kepada Nabi Musa as. :
"Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala), Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)".
 (QS. Al A’raaf: 138).
 Sesungguhnya hal itu adalah tradisi-tradisi, kalian akan mengikuti  tradisi-tradisi orang-orang sebelum kalian.
Hal ini adalah isyarat dari Rasulullah saw. Mengenai jalan yang akan di tempuh umat ini, dari mengikuti tradisi-tradisi umat-umat yang terdahulu untuknya, dan di dalamnya terdapat larangan mengenai hal tersebut.
Karena jalan tersebut tidak akan di tempuh kecuali orang yang tidak mengenal hal tersebut, karena umat-umat yang mengenal kebaikan dan kerusakan dan mengenal jalan yang penuh bahaya dan yang bermanfaat, umat itu akan mengambil yang baik dan berpegang teguh dengannya, serta berpaling dari kerusakan dan menghindar darinya, kemudian enggang untuk menempuh setiap jalan yang memberikan bahaya walaupun hal tersebut telah di tempuh oleh umat-umat terdahulu.
Jika dia menempuh jalan dengan ikut-ikutan tanpa memperdulikan hasilnya, maka dia telah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, hal ini adalah merupakan kebodohan yang Allah swt. Berfirman tentangnya: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)".
 Umat yang percaya dan jujur dengan dirinya, yang kuat pribadinya, dan merasa tenang dengan apa yang ada di sisinya dari kebaikan dan kebenaran. Umat ini akan enggang untuk berjalan di belakang  umat yang lain yang  dapat menyakitinya dan bertentangan dengan prinsip-prinsipnya, maka jika ia mengikutinya, berarti pribadinya masih lemah, pikirannya sakit, menuruti hawa nafsu, dan terjatuh dalam kelemahan dan kehancuran.
Hal tersebut adalah kebodohan dan kesesatan yang Allah swt. Telah menyelamatkan kita dari hal itu,  melalui Rasul-Nya, kitab-Nya dan Syari’at-Nya. Bukanlah ilmu dan kebodohan dalam pandangan dakwah-dakwah perbaikan yaitu pintar membaca dan buta huruf, akan tetapi keduanya adalah petunjuk dan kesesatan, juga kesadaran dan kebodohan, umat yang sadar dan mengetahui hal-hal yang dapat mendatangkan faidah untuknya dan yang  dapat membahayakanya, adalah umat yang berilmu walaupun ia buta huruf, sedangkan umat yang tidak mengetahui jalan yang benar, adalah umat yang bodoh sekalipun ia mengenal dan mengetahui berbagai macam ilmu, serta walaupun telah mendapatkan berbagai macam pendidikan.
Sesungguhnya hal ini adalah penguasaan adalah merupakan penguasaan jahiliyah yang meliputi rasa simpati anak-anak umat dan hawa nafsu mereka, silahkan anda tanyakan kepada Sejarah: apakah peradaban Yunani dan Romania hancur dengan di kuasai oleh orang-orang bodoh? Sesungguhnya orang-orang yang ikut-ikutan adalah orang bodoh sekalipun mereka berpendidikan, mereka masih anak-anak sekalipun sudah tua, dan mereka senantiasa akan bodoh dan seperti anak-anak sampai mereka bebas.
5. Pada peperangan ini setelah orang-orang muslim mengalami kekalahan di permulaan perang, dan mereka berpencar lari meninggalkan Rasulullah saw. Syaibah bin Usman mengira bahwasanya dia akan dapat menuntut balas kepada Rasulullah saw. Karena ayahnya telah terbunuh di perang Uhud, Syaibah mengatakan: ketika aku telah mendekati Rasulullah saw. Untuk membunuhnya, beliau saw. Mengatakan sesuatu yang membuat hatiku tertutup, sehingga aku tidak sanggup untuk melakukannya, maka aku mengetahui bahwasanya hal tersebut tercegah dariku”.
Kejadian seperti  ini telah berulang-ulang kali dalam sejarah Rasulullah saw., terulang bersama Abu Jahal, bersama dengan orang-orang selainnya di Makkah, dan terulang di Madinah semuanya menandakan hal yang sama bahwasanya Allah swt. Telah melindungi Rasul-Nya dengan memberikan rasa takut orang-orang yang akan bersekongkol untuk membunuhnya, hal ini adalah bukti tentang kebenaran Rasulullah saw.  Dalam mendakwahkan risalahnya, dan Allah swt. Telah memutuskan untuk senantiasa menjaga Rasul-Nya dari segala tipu muslihat, sehingga tetap terjaga hidupnya, sehingga beliau saw. Bisa menyampaikan risalah-Nya, menunaikan amanah, menyelamatkan Jazirah arab dari masa kebodohannya, serta mendidik anak-anaknya dalam menghadapi dunia, mengajar mereka, dan menyelamatkan mereka, seandainya bukan karena penjagaan Allah swt. Untuk Rasul-Nya, pasti orang-orang musyrik  telah berhasil membunuhnya di permulaan dakwahnya.
Dan ketika agama telah sempurna, begitupun nikmat, dan telah sampai kepada kita cahaya risalah dan petunjuknya serta rahmatnya, dan ketika alur  sejarah telah berubah, ia berubah ke bentuk terbebasnya manusia dari kesesatannya dan kesengsaraannya dengan penyebaran islam, serta berakhir pulalah masa pengolok-olokan terhadap rakyat, kesewenang-wenangan dalam melakukan aktivitasnya dari para raja-raja dan penguasa yang membangun kekuasaannya atas dasar kesewenang-wenangan atau zalim, yang membuat rakyat tidak merasakan kemuliaannya, semua hal ini telah sempurna dengan penjagaan Allah swt. Kepada Rasul-Nya, dan beliau saw. Telah Melaksanakan amanah yang di percayakan kepadanya secara sempurna tanpa kurang sesuatu apapun.
Tidak di ragukan lagi bahwasanya karunia  Allah swt. untuk Rasul-Nya sangat agung, Allah swt. Berfirman yang artinya:
“Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu”.
 (QS. An Nisaa’: 113).
Dan sesungguhnya karunia Rasulullah saw. Terhadap manusia juga sangat agung, Allah swt. Berfirman yang artinya:
 “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
(QS. Al Anbiyaa’: 107).
Tidak di ragukan lagi bahwa selamatnya Rasulullah saw. Dari tipu muslihat musuh-musuhnya dan persekongkolan mereka, adalah demi keberlangsungan karunia yang agung tersebut, yang di mulai dengan penjagaan terhadap Rasul-Nya.
Oleh sebab itu, setiap da’I  seharusnya mereka senantiasa berlindung –setelah berhati-hati dan menjaga diri—kepada Allah swt., meminta kekuatan dari-Nya dan penjagaan-Nya, percaya bahwasanya Allah swt. Adalah penolong mereka, dan bahwasanya barangsiapa  yang  Allah swt. Menginginkannya selamat dari tipu daya musuh-musuh petunjuk yang benar maka pasti dia akan selamat. Walaupun kekuasaan mereka sangat menghimpit, atau tipu muslihatnya sangat besar atau bersekongkol dalam melakukan kejahatan, maka penjagaan adalah penjagaan Allah swt. Kemenangan adalah kemenangan-Nya, kekalahan adalah kekalahan dari-Nya, dan Dia Maha Melaksanakan keputusan-Nya dan Perintah-Nya. Allah swt. Berfirman yang artinya:
“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu”.
(QS. Al ‘Imran: 160).
Bagaimanapun besarnya tipu muslihat orang yang zalim, maka pertolongan Allah swt. Yang adil adalah lebih besar dan kuat, maka seorang da’I yang hak tidak boleh jadi pengecut dan orang yang menginginkan perbaikan tidak boleh takut, dan tidak terlambat menunaikan yang hak beriman kepada Allah swt. Dan percaya dengan pertolongan-Nya dan dukungan-Nya, Allah swt. Berfirman yang artinya:
“Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.
(QS.Ar Ruum: 47).
“Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina.” Allah telah menetapkan: "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang". Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al Mujaadalah: 20-21).
Akan tetapi hal ini tidak bertentangan dengan berhasilnya sebagian musuh-musuh Allah swt. Untuk mencederakan atau membunuh sebagian da’I kebenaran dan juru perdamaian. Karena kematian adalah Hak (nyata), dan hal itu adalah takdir anak cucu adam serta bukan suatu hal yang mustahil terjadi.
Maka barangsiapa yang telah di takdirkan untuk meninggal melalui tangan-tangan orang-orang  zalim, maka hal tersebut adalah suatu kemuliaan yang Allah swt. Memuliakannya dengan hal itu, adalah suatu karunia yang Allah swt. Berikan untuknya, karena setiap kematian di jalan Allah swt. Adalah mati syahid, dan setiap siksaan yang di dapati dalam mendakwahkan kebenaran Adalah kemuliaan, serta setiap ujian dan bencana di sebabkan mendakwahkan perbaikan atau perdamaian adalah kekekalan, Allah swt. Berfirman yang artinya:
“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik”.
(QS. At Taubah: 120).
6. Di permulaan perang (Hunain) orang-orang muslim di kejutkan dengan sergapan musuh secara tiba-tiba, yang menyebabkan kacaunya barisan pasukan muslim, sehingga mereka lari kalang kabut meninggalkan Rasulullah saw., dan tidak ada yang menetap menemani beliau kecuali beberapa orang saja, kemudian Rasulullah saw. Memanggil:
 “wahai sekalian manusia! Kemarilah mendekat kepadaku, saya adalah utusan Allah swt., saya adalah Muhammad bin Abdullah”.
 akan tetapi orang-orang tidak mendengar suaranya, maka beliau saw. Meminta kepada Abbas Ra. –dia mempunyai suara yang besar dan nyaring—untuk meneriaki orang-orang, maka ia berteriak: “Wahai orang-orang Anshar, wahai sekalian ashaabu ssamrah , maka mereka menjawab: kami memenuhi panggilanmu, kami memenuhi panggilanmu.
Maka seseorang pergi untuk menunggangi untanya , akan tetapi ia tidak sanggup melakukannya, maka ia mengambil perisainya atau baju besinya, dan memasangnya di lehernya, serta mengambil pedangnya dan tamengnya dan menorobos dengan untanya, kemudian suara bergema sehingga mereka sampai kepada Rasulullah saw. Sehingga setelah berkumpul pada Rasulullah saw. Yang berjumlah sekitar 100 orang kemudian mereka siap untuk bertempur kembali dan akhirnya pasukan muslim pada peperangan ini meraih kemenangan.
Dalam kejadian ini terdapat beberapa pelajaran dan nasihat yang harus di perhatikan oleh para da’I kebenaran dan pasukannya, yaitu bahwasanya kekalahan dan kegagalan yang di alami suatu dakwah di medannya terkadang di sebabkan karena lemahnya akidah sebagian pengikutnya dan mereka tidak ikhlas dalam mendakwahkan kebenaran, dan tidak bersiap berkorban di jalannya, sebagaimana juga ketabahan seorang pemimpin dakwah ketika menghadapi rintangan, keberaniannya, dan keyakinannya kepada Allah swt. Dan pertolongan-Nya, hal ini adalah faktor yang sangat mendukung untuk merubah kekalahan menjadi suatu kemenangan, serta menguatkan hati orang-orang yang masih lemah imannya dan bimbang yang ikut bersamanya.
Ketabahan para pasukan yang imannya ikhlas dan jujur dan senantiasa berada di sekitar pimpinan mereka yang ikhlas hal ini juga mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam merubah kekalahan menjadi suatu kemenangan.
Sesungguhnya orang-orang yang tabah dan tetap bersama dengan Rasulullah saw. Setelah mereka mengalami kekalahan di awal peperangan, kemudian orang-orang yang menjawab panggilan Rasulullah saw. Yang jumlahnya tidak lebih dari 100 orang, ketika itu jalannya peperangan berubah menjadi sebaliknya,  dan mulailah muncul pertolongan Allah swt. Kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin, serta di mulai pulalah kekalahan buat orang-orang kafir, serta menjadikan hati mereka takut dan barisannya tidak teratur.
Setiap pasukan kebenaran dan pemimpinnya yakin bahwasanya mereka berada di pihak yang benar, dan bahwasanya Allah swt. Bersama dengan orang-orang mukmin yang jujur dan ikhlas, maka akan semakin bertambah kekuatan abstrak mereka, kemudian mereka akan semakin berani dan rela berkorban di jalan kebenaran.
Mengenai sabda Rasulullah saw. Yang berbunyi: “saya adalah Rasulullah”  dalam riwayat yang lain di katakan: “Saya adalah seorang Nabi bukan kebohongan, saya Ibn Abdul Muttalib”. Hal ini adalah bukti kebenaran Rasulullah saw. Dalam mendakwahkan risalahnya dan keyakinannya dengan pertolongan Allah Swt. Demikianlah seharusnya sikap yang senantiasa di lakukan  seorang pemimpin jika menghadapi rintangan, percaya dengan dirinya, berlindung kepada Tuhannya dan yakin dengan pertolongan Tuhannya untuknya, karena keyakinan pemimpin dengan targetnya, tujuannya, dan risalahnya akan berpengaruh besar untuk keberhasilannya, kemudian ketabahan para pengikutnya di sekelilingnya,  hal ini juga mempunyai pengaruh besar untuk meringankan rintangan yang di hadapinya serta menanggung kepedihannya dengan rela dengan hati yang tentram.
7. Mengenai sikap Ummu Sulaim Ra. adalah suatu kebanggaan dari kebanggaan-kebanggaan yang di lakukan oleh perempuan muslimah di awal-awal islam, dia ikut ke medan perang bersama dengan suaminya Abi Thalhah Ra. Dan ia bersama dengan seekor unta milik Abi Thalha Ra. Yang ia takut unta itu lepas darinya, maka ia memegang tali kendalinya, maka Rasulullah saw. Melihatnya, lalu beliau saw. Berkata kepadanya: Ummu Sulaim? Ia menjawab: iya, benar, demi ayahku, anda dan ibuku ya Rasulullah! Saya akan memerangi orang-orang yang menyerangmu sebagaimana baginda memerangi orang-orang yang memerang baginda, karena mereka memang berhak untuk mendapatkan hal tersebut, maka Rasulullah saw. Bersabda: bukankah pertolongan Allah swt. Telah mencukupi! Dan ia membawa pisau belati, maka suaminya Abi Thalhah Ra. Bertanya kepadanya Mengenai sebab ia membawa pisau belati tersebut? Maka ia menjawab: ini adalah pisau belati aku mengambilnya supaya jika salah seorang dari orang-orang musyrik mendekat kepadaku maka saya akan menikamnya dengan pisau ini! Maka Abu Thalhah takjub dengan perkataanya tersebut. Lalu pandangan Rasulullah saw. Menoleh kepada apa yang ia katakan.
Demikianlah sepantasnya seorang wanita muslimah, berani untuk ikut ke medan perang dengan dirinya sendiri, sehingga jika salah satu musuh Allah swt. Mendekat kepadanya, ia mampu melawannya dengan dirinya sendiri agar ia tidak tertawan. Perempuan muslimah dalam sejarah islam di awal perkembangannya mempunyai catatan-catatan yang bersinar dan membanggakan di karenakan pengorbanannya, keberaniannya, dan ujian hidup yang mereka alami, sehingga hal ini menjadi sebuah tamparan atau bantahan terhadap orang-orang yang lemah dari kaum orientalis dan selain mereka dari orang-orang barat yang mengatakan kepada kaum mereka bahwasanya islam meremehkan dan menghina perempuan, dan tidak memberikan posisi yang layak untuknya di dalam masyarakat dalam batasan-batasan risalahnya yang alami.
 Bahkan kebohongan mereka sampai kepada suatu argumen yang mengatakan bahwasanya islam tidak memberikan keluasan kesempatan bagi perempuan ke surga, maka ia tidak mengikutkannya walaupun islam mengetahui hal tersebut adalah baik, dan memberikan ibadah dan takwa!
Al Qur’an dengan ayat-ayatnya yang jelas serta Sunnah  telah membantah tuduhan-tuduhan dan kebohongan-kebohongan seperti ini, selain dari itu Sejarah sendiri telah mencatat peranan perempuan muslimah, dalam penyebaran agama islam, mendakwahkannya, serta berkorban di dalamnya.
Sikap Ummu Sulaim Ra. Dalam peperangan ini (Hunain) adalah salah satu contoh dari ratusan contoh-contoh yang ada yang bercerita tentang hal tersebut, kita tidak usah di repotkan dengan membantah para musuh islam tersebut yang sangat fanatik  yang berkaitan dengan topik ini, yang terpenting ialah kita mengambil pelajaran yang berharga dari sikap Ummu Sulaim Ra., yaitu kita menggerakkan peranan dakwah muslimah untuk membantu agama islam, dan mendidik generasi-generasi kita yang akan datang dengan petunjuk dan prinsip-prinsip islam.
Sesungguhnya perempuan muslimah  sekarang, berada di antara dua versi yaitu antara Sholihah dan jujur yang cukup kebaikannya itu dengan mendirikan shalat, membaca Al Qur’an, menjauh dari hal-hal yang di haramkan oleh agama, dan antara menyimpang dalam aliran-aliran dan paham-paham peradaban barat, ia mengganti adab atau etika islam dengan adab barat, mengganti akhlak seorang perempuan arab muslimah dengan akhlak perempuan barat yang membuat dia, keluarganya, dan masyarakatnya mendapatkan bencana dan kehancuran.
Jika sebagian orang sekarang telah mencoba untuk menjauhkan perempuan arab muslimah dari akhlaknya yang islami, dan keistimewaannya, sementara hal tersebut adalah merupakan faktor terwujudnya generasi paling termulia di dalam catatan sejarah dan senantiasa dalam kemuliaan, maka sesungguhnya islam, sejarahnya dan keistemewaanya khususnya sejarah Rasulullah saw., memuliakan dan memotivasi saat-saat ini agar muncul seorang ibu yang dapat maju ke depan untuk membantu islam dan masyarakat islami dalam batasan-batasan tugasnya secara alami, dan pendidikannya, serta ciri-cirinya yang mulia seperti pintar, suci, dan pemalu.
Apakah masih akan kembali karakter-karakter wanita-wanita muslimah yang beragama seperti sejarah Khadijah Ra., Aisyah Ra., Asma’ Ra., Khinsaa’ Ra. Dan Ummu Sulaim Ra. Serta orang-orang yang seperti dengan mereka?
Apakah masih akan terulang kembali karakter-karakter wanita muslimah seperti mereka, yang merupakan bintang-bintang yang berkilau?
 Apakah sangat sulit saat sekarang ini untuk memunculkan wanita-wanita yang seperti Khadijah Ra., Aisyah Ra., Asmaa’ dan Ummu Sulaim Ra.? Jawabnya: sekali-kali tidak sulit! Akan tetapi dengan arahan dan nasihat yang baik serta iman yang ikhlas, hal tersebut akan menjamin untuk tercapainya hal ini dan akan muncul wanita-wanita yang berkarakter seperti mereka.
*Wa billahi ttaufiq wal hidaayah”
Oleh: DR. Mustafa as Siba’i.

KATA MEREKA

Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com

أحدث أقدم