عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 55]
Penjelasan Hadits
Sebagaimana kata Al-Khatthabi rahimahullah,
النَّصِيْحَةُ كَلِمَةٌ يُعَبَّرُ بِهَا عَنْ جُمْلَةٍ هِيَ إِرَادَةُ الخَيرِْ لِلْمَنْصُوْحِ لَهُ
“Nasihat adalah kalimat ungkapan yang bermakna mewujudkan kebaikan kepada yang ditujukan nasihat.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:219)
Faedah Hadits
Pertama : Ad-diin dalam hadits maksudnya adalah diin dengan artian agama. Sedangkan ad-diin lainnya bermakna al-jazaa’ (pembalasan) seperti pada ayat ‘maaliki yaumiddiin’ (Yang Menguasai Hari Pembalasan).
Kedua : Nasihat itu begitu penting karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikannya bagian dari agama.
Ketiga : Bagusnya pengajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menyampaikan sesuatu secara umum (global) terlebih dahulu, lalu menyebutkan rinciannya.
Keempat : Para sahabat haus akan ilmu, apa yang butuh dipahami dengan baik, mereka selalu menanyakannya agar jelas.
Kelima : Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai penyebutan dengan hal terpenting lalu yang penting lainnya karena beliau menyebutkan nasihat bagi Allah, lalu kitab-Nya, lalu rasul-Nya, lalu kepada imam kaum muslimin, lalu kepada kaum muslimin secara umum. Sedangkan kitab Allah didahulukan daripada Rasul, karena kitab itu langgeng, sedangkan Rasul telah tiada. Namun nasihat kepada keduanya saling terkait.
Keenam : Nasihat bagi Allah mencakup dua hal yaitu:
Mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah.
Bersaksi bahwa Allah itu Esa dalam rububiyah, uluhiyyah, juga dalam nama dan sifat-Nya.
Ketujuh : Nasihat bagi kitab Allah mencakup:
Membela Al-Qur’an dari yang menyelewengkan dan mengubah maknanya.
Membenarkan setiap yang dikabarkan tanpa ada keraguan.
Menjalankan setiap perintah dalam Al-Qur’an.
Menjauhi setiap larangan dalam Al-Qur’an.
Mengimani bahwa hukum yang ada adalah sebaik-baik hukum, tidak ada hukum yang sebaik Al-Qur’an.
Mengimani bahwa Al-Qur’an itu kalamullah (firman Allah) secara huruf dan makna, bukan makhluk.
Kedelapan : Nasihat bagi rasul-Nya mencakup:
Ittiba’ kepada beliau, mengikuti setiap tuntunan-Nya.
Mengimani bahwa beliau adalah utusan Allah, tidak mendustakannya, beliau adalah utusan yang jujur dan dibenarkan.
Menjalankan setiap perintah beliau.
Menjauhi setiap larangan beliau.
Membela syari’atnya.
Mengimani bahwa segala sesuatu yang datang dari beliau sama seperti yang datang dari Allah dalam hal mengamalkannya.
Membela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hidup dan ketika beliau telah tiada, termasuk pula membela ajaran beliau.
Kesembilan : Imam kaum muslimin itu ada dua macam. Yang pertama adalah ulama rabbaniyyun yang mewarisi ilmu, amal, akhlak, dan dakwah dari nabi. Yang pertama inilah ulil amri hakiki. Yang kedua adalah penguasa yang melaksanakan syari’at Allah, mereka terapkan pada diri mereka dan pada para hamba Allah.
Kesepuluh : Nasihat kepada ulama kaum muslimin mencakup:
Mencintai mereka.
Menolong mereka dalam menjelaskan kebenaran seperti dengan menyebarkan tulisan dan karya para ulama.
Membela kehormatan mereka.
Meluruskan kesalahan mereka dengan cara yang baik.
Mengingatkan mereka dalam kebaikan dengan mengarahkan cara yang pas ketika menyampaikan dakwah kepada yang lain.
Kesebelas : Nasihat kepada penguasa mencakup:
Meyakini mereka adalah pemimpin.
Menyebarkan kebaikan-kebaikan mereka kepada rakyat sehingga membuat rakyat mencintainya dan ia bisa menjalankan kepemimpinan dengan baik. Hal ini jauh berbeda jika yang disebar adalah aib-aib penguasa.
Menjalankan perintah dan menjauhi setiap hal yang dilarang dari penguasa selama bukan dalam rangka bermaksiat kepada Allah karena tidak boleh ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah. Sedangkan kalau maksiat itu dilakukan oleh diri penguasa itu sendiri (mereka zalim), tetaplah mereka ditaati dalam perintahnya, bukan dalam mengikuti maksiat yang mereka lakukan.
Menutup aib mereka sebisa mungkin, bukan mudah-mudahan menyebarnya. Namun tetap ada nasihat langsung kepada mereka atau lewat orang-orang yang dekat dengan mereka, tanpa mesti diketahui orang banyak.
Tidak boleh memberontak kepada mereka kecuali melihat ada kekufuran yang nyata dengan dalil pasti dan ada kemaslahatan yang besar.
Keduabelas : Dalam masyarakat Islam, pemimpin atau penguasa mesti ada, baik yang memimpin masyarakat banyak maupun masyarakat yang lebih khusus.
Ketigabelas : Nasihat kepada orang awam berbeda kepada penguasa.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Menasihati sesama muslim (selain ulil amri) berarti adalah menunjuki berbagai maslahat untuk mereka yaitu dalam urusan dunia dan akhirat mereka, tidak menyakiti mereka, mengajarkan perkara yang mereka tidak tahu, menolong mereka dengan perkataan dan perbuatan, menutupi aib mereka, menghilangkan mereka dari bahaya dan memberikan mereka manfaat serta melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2:35).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata bagaimanakah cara menasihati sesama muslim, maka beliau katakan hal itu sudah dijelaskan dalam hadits Anas, “Tidaklah sempurna iman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” Kata Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, “Nasihat adalah engkau suka jika saudaramu memiliki apa yang kau miliki. Engkau bahagia sebagaimana engkau ingin yang lain pun bahagia. Engkau juga merasa sakit ketika mereka disakiti. Engkau bermuamalah (bersikap baik) dengan mereka sebagaimana engkau pun suka diperlakukan seperti itu.” (Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 2:400)
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan,
المؤمن يَسْتُرُ ويَنْصَحُ ، والفاجرُ يهتك ويُعيِّرُ
“Seorang mukmin itu biasa menutupi aib saudaranya dan menasihatinya. Sedangkan orang fajir (pelaku dosa) biasa membuka aib dan menjelek-jelekkan saudaranya.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1:225) Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,
إنَّ أحبَّ عبادِ الله إلى الله الذين يُحببون الله إلى عباده ويُحببون عباد الله إلى الله ، ويسعون في الأرض بالنصيحة
“Sesungguhnya hamba yang dicintai di sisi Allah adalah yang mencintai Allah lewat hamba-Nya dan mencintai hamba Allah karena Allah. Di muka bumi, ia pun memberi nasihat kepada lainnya.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:224)
Semoga Allah memberikan kita sifat saling mencintai sesama dengan saling menasihati dalam kebaikan dan takwa.
Referensi:
Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim. Cetakan pertama, Tahun 1433 H. Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi
(Terjemah Al Wafi)
Posting Komentar
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com