GemaDakwah : Syahaadatain begitu berat
diperjuangkan oleh para sahabat, Nabi SAW bahkan mereka siap dan tidak
takut terhadap segala ancaman orang kafir. Sahabat nabi misalnya Habib
berani rnenghadapi siksaan yang dipotong tubuhnya satu-satu oleh
Musailamah, Bilal bin Rabah tahan menerima himpitan batu besar di siang
hari yang panas dan beberapa deretan nama sahabat lainnya. Mereka
mempertahankan syahadatain. Muncullah pertanyaan kenapa mereka bersedia dan berani mempertahankan‑kalimat syahaadah? Ini disebabkan karena kalimat syahaadah mengandung makna. yang sangat mendalam bagi mereka. Syahaadah bagi mereka dipahami dengan arti yang sebenarnya yang melingkupi Pengertian ikrar, sumpah dan janji.
Mayoritas umat Islam mengartikan syahadat sebagai ikrar Saja, apabila mereka tahu bahwa syahaadah juga
mengandung arti sumpah dan janji, serta tahu bahwa akibat janji dan
sumpah maka mereka akan benar‑benar mengamalkan Islam dan beriman. Iman
sebagai dasar dan juga hasil dari pengertian syahaadah yang
betul. Iman merupakan pemyataan yang keluar dari mulut, juga diyakini
oleh hati dan diamalkan oleh perbuatan sebagai pengertian yang
sebenarnya dari iman. Apabila kita mengamalkan syahaadah dan
mendasarinya dengan iman yang konsisten dan istiqamah, maka beberapa
hasil akan dirasakan seperti keberanian, ketenangan dan optimis
menjalani kehidupan. Kemudian Allah SWT memberikan kebahagiaan kepada
mereka di dunia dan di akhirat.
Kandungan Kalimat Syahadat ( مَدْلُوْلُ الشَّهَادَة )
Syahadah adalah prinsip dasar
yang dianut setiap mukmin. Ia merupakan kombinasi antara keyakinan dan
pemahaman. Keyakinan saja yang tidak didasari oleh pemahaman masih akan
dapat diguncang. Sementara pemahaman tanpa keyakinan, juga akan
menyebabkan syahadah menjadi mandul dan tidak memiliki daya dorong yang
kuat. Harus dipahami bahwa Syahadah yang benar mengandung unsur-unsur
yang tanpanya syahadah tidak akan dapat tegak. Adapun unsur dimaksud
adalah :
A. Pernyataan ( اَلإِقْرَارُ )
Iqrar
yaitu suatu pernyataan seorang muslim mengenai apa yang diyakininya.
Pernyataan ini sangat kuat karena didukung oleh Allah SWT, Malaikat dan
orang‑orang yang berilmu (Para nabi dan orang yang beriman). Jika saja
seorang mukmin mengatakan “La Ilaaha Illallah”, maka pertama-tama
adalah bahwa pernyataan itu harus diucapkan dengan segenap keyakinan
dan kesadaran bahwa yang penting dari pernyataan itu adalah pembuktian.
Hasil dari ikrar ini adalah kewajiban kita untuk menegakkan dan
memperjuangkan apa yang diikrarkan. Oleh karena yang menjadi saksi bagi
pernyataan itu adalah Allah sendiri. Allah lebih tahu bahwa Ia adalah
Tuhan. Yang oleh karena itu Allah akan menuntut bukti agar hambanya
yang mengucapkan pernyataan itu dapat membuktikan bahwa ia meng-Ilahkan
Allah dalam setiap sisi kehidupannya. Tidak ada tempat dan waktu yang
kosong dari pembuktian bahwa dirinya memang betul memperhamba dirinya
kepada Allah. Allah adalah Tuhannya dalam keadaan sedih maupun senang,
sendiri ataupun di tengah keramaian, diam atau bicara. Ia sadar dan
yakin bahwa Allah adalah Murabbi baginya. Karena Allah adalah rabbul
‘alamin.
Persaksian kebenaran syahadat
langsung oleh Allah, malaikat dan orang-orang mukmin. Malaikat adalah
makhluk yang langsung menyaksikan kebesaran Allah. Dan oleh karenanya
mereka tidak sedikitpun membangkang kepada Allah. Sementara orang
mu’min adalah mereka yang hatinya (Qs. 49:14) merasakan ketundukan
kepada Allah Dalam surat Ali Imran,3:18. Allah menyatakan bahwasanya
tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat
dan orang‑orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak
ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha perkasa lagi Maha Bijaksana.
Keterangan tersebut di atas
menunjukkan adalah wajar jika seorang mukmin memiliki kemantapan
hati.Keyakinan hati inilah yang menyebabkan mereka tidak ragu
sedikitpun untuk terus mengumandangkan kalimat tauhid. Bahkan mereka
dengan bangga akan mengumandangkan kalimah itu, walau apapun resikonya.
Bilal ibn Rabbah tetap saja mengucapkan kata-kata “ahad” walaupun
Umayyah ibn Khalaf, majikannya terus menyiksanya.
Ikrar Syahadah merupakan
pernyataan keyakinan seorang hamba mukmin terhadap pemeliharaan Allah
terhadap dirinya. Nyaris seluruh sistem dalam tubuhnya langsung
dikendalikan oleh kekuatan Rabbul ‘alamin. Sistem peredaran darahnya,
debaran jantungnya, pencernaannya dan banyak lainnya langsung tunduk
pada sistem rabbaniyah. Itulah kenapa manusia tidak dapat menolak rasa
ketuhanan (God Conciousness) yang muncul dalam dirinya. Bahkan itu sudah menjadi fitrah dirinya
(Qs. 7:172) yang berbunyi
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari Para nabi:
“Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadarnu berupa kitab dan hikmah,
kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada
padamu, niscaya kamu akan sungguh‑sungguh beriman kepadanya dan
menolongnya”. Allah berfirman: Apakah karnu mengakui dan menerima
perjanjianKu terhadap yang dernikian itu?” Mereka menjawab: “Kami
mengakui”. AlIah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai Para nabi)
dan Aku menjadi saksi (Pula) bersama. kamu”.
Ayat senada terdapat dalam
Dan
(ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi:
“Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah,
kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada
padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan
menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima
perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami
mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi)
dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”.Q. 3:81
Ikrar Para nabi mengakui
kerasulan Muhammad SAW meskipun mereka hidup sebelurn kedatangan
Rasulullah SAW. Oleh karena keyakinan ini datang dari Rabbul ‘alamin,
maka tidak ada perbedaan muwashofat (sifat, karakter) dari mereka yang
berikrar syahadah. Semua mereka adalah saudara yang saling mendukung,
saling membela. Mereka dihubungkan menjadi saudara dengan ikatan
‘aqidah ini. Tidak ada lagi ikatan-ikatan kecil yang layak dibanggakan
setetalh Allah menghubungkan nasab mereka menjadi sesama muslim. Bilal
bin Rabbah pernah mengatakan ‘pantang bagiku untuk menyakiti saudaraku
sendiri, walau untuk itu mereka akan menguliti tubuhku’. Hilanglah
berbagai ‘ashabiyah (kebanggaan akan suku, kelompok), berganti
dengan ikatan persaudaraan yang dibangun di atas landasan aqidah
Islamiyah. Diriwayatkan oleh Al‑Hafizh Abu Ya’la Mushili dari Anas bin
Malik RA. Berkata Rasulullah SAW membacakan kepada kami ayat, “Sesungguhnya
orang‑orang yang mengatakan “Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka
meneguhkan pendiriannya, sungguh telah banyak diucapkan oleh banyak
orang kemudian kebanyakan mereka kafir, Maka barang siapa yang
mengatakannya sampai mati sesungguhnya orang itu telah beristiqamah
diatasnya”
B. Sumpah ( اَلْقَسَمُ )
Sumpah yaitu pernyataan kesediaan menerima akibat dan resiko apapun dalam mengamalkan syahaadah. Muslim yang menyebut asyhadu berarti
siap dan bertanggungjawab dalam tegaknya Islam dan penegakan ajaran
Islam.Sebenarnya kesiapan menerima resiko bermula dari keyakinan dan
kepahaman mereka terhadap syahadah yang mereka ucapkan. Syahadah adalah agreement antara
seorang hamba dengan Tuhannya. Dengan perjanjian itu, Alllah
menjanjikan kepada mereka ridho dan syurga-Nya (Qs. 61:10). Namun untuk
mendapatkan janji Allah itu mereka harus menyerahkan diri dan hartanya
di jalan Allah (Qs.9:111). Penyerahan itu ditandai dengan kesiapan
total untuk menjadikan Islam sebagai minhaj al-hayah (Qs.
2:208). Di titik inilah seorang mukmin harus menyadari bahwa akan
selalu ada mereka yang tidak rela jika mukmin melakukan ketundukan
total kepada Allah. Mereka tidak hanya tidak suka, tapi juga
mengumumkan peperangan terhadap Hizb Allah ini. Sunnatullah
sudah menunjukkan dimana dalam sejarah pelaku dakwah selalu saja
bertemu dengan mereka yang terus menerus menyakiti para da’i fillah.
Dalam 13 tahun pertama dakwah Rasulullah Saw dan para sahabat ra di
Makkah, tidak ada satu haripun yang menyenangkan. Tapi betapa
mencengangkan bahwa ternyata tidak ada berita yang sampai kekita bahwa
ada di antara mereka yang murtad karena tidak tahan penyiksaan kaum
kuffar. Ada berita Ammar ibn Yasir sempat mengucapkan kalimat kafir
karena beratnya penyiksaan yang dilakukan kepada mereka. Namun itu
sangat disesali olehnya, sampai akhirnya turun ayat yang memaafkan yang
berlaku pada Ammar ibn Yasir itu. Satu hal yang patut ditanya adalah,
“kenapa para sahabat ra demikian teguhnya memegang keyakinan mereka
itu?” Tentu saja, karena mereka sadar bahwa konsekuensi dari syahadah
yang mereka ucapkan adalah kebencian dan permusuhan kaum kuffar
terhadap mereka. Dan itu tetap saja mereka tahankan dengan sabar dan
tegar (Tsabat) oleh karena mereka tetap berharap janji Allah atas mereka.
Bukan tidak mungkin ada yang
tidak tahan memegang syahadah karena beratnya resiko kalimat ini.
Mereka masih menyimpan syahwat mereka terhadap dunia dan kesenangannya.
Atau juga tidak tahan menghadapi penderitaan di atas jalan dakwah.
Akhirnya mereka meninggalkan sebagian atau seluruh keyakinan mereka dan
menukarnya dengan kesenangan dunia (tsamanan qalila).
Akhirnya mereka melakukan pelanggaran terhadap sumpah. Pelanggaran
terhadap sumpah ini adalah kemunafikan dan tempat orang munafik adalah
neraka jahanam.
Syahaadah berarti sumpah. Orang‑orang munafiq berlebihan dalarn pernyataan syahaadahnya, padahal mereka tidak lebih sebagai pendusta Q. 63:1‑2 yang berbunyi “Apabila
orang‑orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui,
bahwa sesungguhnya kamu benar‑benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui
bahwa sesungguhnya orang‑orang munafik itu benar‑benar orang pendusta.
Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka
menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa
yang telah mereka kerjakan.” Syahadah bukan persaksian lisan saja. Tapi harus bermula dari keyakinan hati yang kukuh.
Beberapa ciri orang yang
melanggar sumpahnya yaitu memberikan walaa’ kepada orang~orang kafir,
memperolok-olok ayat Allah SWT, mencari kesempatan dalam kesempitan
kaurn muslimin, menunggu‑nunggu kesalahan kaum muslimin, malas dalam
shalat dan tidak punya pendirian. Orang‑orang mukmin yang sumpahnya
teguh tidak akan bersifat seperti tersebut. Sebagaimana diungkap dalam
Q. 4:138‑145 yang berbunyi
“Kabarkanlah kepada
orang‑orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,
(yaitu) orang‑orang yang mengambil orangorang kafir menjadi teman‑teman
penolong dengan meninggalkan orang‑orang mukmin. Apakah mereka mencari
kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan
kepunyaan Allah. Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di
dalam Al Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat‑ayat Allah diingkari
dan diperolok olokkan (oleh orang‑orang kafir), maka janganlah kamu
duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain.
Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa
dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang ‑orang
kafir di dalarn jahannam, orang munafik dan orang orang‑orang yang
menunggu‑nunggu (peristiwa) yang akan terjad i pada dirimu (hai
orang‑orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah
mereka berkata: “Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?” Dan
jika orang‑orang kafir mendapat keberuntungan (ketenangan) mereka
berkata: “Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari
orang‑orang mukmin?” Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu
di hari kiarnat dan Allah sekali‑kali tidak akan memberi jalan kepada
orang‑orang kafir untuk memususnahkan orang‑orang yang beriman.
Sesungguhnya oang‑orang munafik itu menipu Allah, clan Allah akan
membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka
berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan
manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu‑ragu
antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan
ini (orang‑orang ‘beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu
(orang‑orang kafir). Barangsiapa yang disesatkan Allah, maka kamu
sekali‑kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi baginya. Hai
orang‑orang yang beriman, janganlah karnu mengambil orang‑orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang‑orang mukmin. Inginkah kamu
mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)? Sesungguhnya
orang‑orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah
dari neraka. Dan kamu sekali‑kali tidak akan mendapat seorang
penolongpun bagi mereka.”
C. Perjanjian yang Teguh ( اَلْمِيْثَاقُ )
Mitsaq yaitu janji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah Allah SWT yang terkandung dalam. Kitabullah maupun Sunnah Rasul. Taat dalam keadaan susah ataupun senang, suka atau tidak suka.Syahaadah adalah mitsaq yang harus diterima. dengan sikap sam’an wa thaatan sebagaimana dinyatakan dalam Q. 5:7. Dan
ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjianNya yang telah diikatNya
dengan kamu, ketika kamu mengatakan: “Kami dengar dan kami taati”. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui isi
hati(mu). Di antara ciri ketaatan adalah :
1. Taat dalam giat atau malas,
di saat susah atau senang dan mudah, baik disukai atau tidak. Ubadah
ibn Tsamit mengatakan: “Rasulullah meminta kami untuk berbai’at
kepadanya, maka kamipun berbai’at kepadanya untuk selalu mendengar dan
mentaatinya disaat giat dan malas, susah dan mudah.” (HR. Bukhari
Muslim) Q. 2:285. Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang‑orang yang beriman.
Semuanya beriman kepada Allah, malaikat‑mataikat Nya, kitab‑kitab Nya
dan rasulrasulNya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membedabedakan
antara seorangpun (dengan yang lain) dari rasulrasuNya”, dan mereka
mengatakan: “Kami dengar dan kami taat”. (Mereka berdoa): “Ampunilah
kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”.
- · Sur’atul Istijabah (segera menyambut dan melaksanakan perintah). Tidak lamban, tidak merasa berat, tidak enggan dan ragu.
- · Taharrid diqqah (melaksanakan perintah sesuai dengan arahan syari’ah dan bukan mengikuti pendapat dan keinginan sendiri).
- · Tidak meninggalkan tugas tanpa izin (jika konteksnya dalam jama’ah) kecuali dalam keadaan sangat darurat. Itupun harus tetap dibarengi dengan istighfar dan menyesal karena tidak dapat mengikuti perintah.
Seorang mukmin mengetahui bahwa
syahadah yang sudah diucapkannya harus dibarengi dengan kesungguhan
mewujudkannya. Ia sadar bahwa Allah Swt memperhatikannya dalam segala
keadaan. Oleh karenanya di saat hatinya merasa lemah (mengalami gejala futur)
maka ia bersegera memohon kepada Allah Swt agar diberi ketegaran dan
semangat baru dalam menjalankan ketundukannya kepada Allah. Di antara
do’a hamba mukmin adalah “Rabbana la tuzi’ qulubana ba’da iz hadaitanaa wahablana min ladunka rahmah innaka antal wahhab” atau juga berdo’a seperti Rasulullah Saw “Ya muqallibal Qulub tsabbit qalbi ‘ala dinika”. Untuk dapat teguh memegang janji, maka seorang hamba mukmin dapat melakukan hal-hal berikut:
1. Dawamuluju ilallah (senantiasa kembali kepada Allah) atau dengan kata lain, ia membangun kesadaran muraqabatullah (senantiasa dalam pengawasan dan kedekatan dengan Allah).
2. Ma’rifatu thabi’atu thariq (mengenal karakter jalan dakwah). Dimana dalam dakwah ini sedikit orang yang mau terlibat (qillatul ‘amilin), banyak bebannya, banyak musuhnya, serta lama dan panjang (Thulu thariq). Justru disinilah para mukmin harus memperkuat istiqamah, kesabaran dan tawakkal, serta bersungguh mempersiapkan kekuatan.
3. ‘adamu tanazu’ (menghindari konflik).
Pelanggaran terhadap mitsaq ini
berakibat laknat Allah SWT seperti yang pernah terjadi pada
orang‑orang Yahudi sebagaimana dinyatakan dalam Q. 2:93. Dan
(ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit
(Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh‑teguh
apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah! ” Mereka menjawab:
“Kami mendengarkan tetapi tidak mentaati”. Dan telah diresapkan ke
dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena
kekafirannya. Katakanlah: Amat jahat perbuatan yang diperintahkan
imanmu ,kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat) “.
Ketiga unsur dimaksud, al iqrar, al qasam, dan al mitsaq
menjadi satu kesatuan unsur yang harus dimiliki dalam syahadah.
Seseorang baru dapat disebut sebagai mukmin jika memiliki ketiga unsur
tersebut di dalam keimanannya (Qs. 49:14)
Membentuk Iman Berkualitas ( اَلإِيْمَانُ )
Iman
adalah keyakinan tanpa keraguan, penerimaan menyeluruh tanpa rasa
keberatan, kepercayaan tanpa pilihan lain terhadap semua keputusan
Allah SWT. Iman adalah sikap hidup yang merupakan cermin identitas Islam Iman sebagai dasar bagi seluruh kegiatan dan tingkah laku manusia agar mendapatkan ridha dari Allah SWT Iman bukanlah
hanya angan‑angan, tetapi sesuatu yang tertanam di dalarn hati dan
harus diamalkan dalarn bentuk produktif Amal yang dikerjakan harus
merupakan amal shalih. yang dilakukan dengan ihsan dan
penyerahan kityang‑sempurna kepada kehenclak Allah SWT. Dalam melakukan
amal tersebut, seorang mukmin merasa dilindungi oleh
Allah SWT. Di antara kekeliruan umat Islam adalah mencontoh sikap
Yahudi. Misalnya merasa bahwa neraka merupakan siksaan yang sebentar
sehingga tidak risau masuk neraka. Atau mereka merasa akan masuk surga
semata‑mata karena imannya sehingga tidak perlu beramal shaleh lagi.
Syahadah yang dinyatakan seorang muslim dengan penuh kesadaran sebagai sumpah dan janji setia ini merupakan iman, yaitu: ucapan (al‑qaul), membenarkan (as tashdiiq) dan perbuatan (al‑’aml). Terdapat
banyak ayat dalam Al Qur’an yang menunjukkan bagaimana seharusnya iman
itu ditampilkan Di antaranya surat 49:15 yang berbunyi “Sesungguhnya
orang‑orang yang beriman hanyalah orang‑orang yang beriman kepada
Allah dan RasuNya kemudian mereka tidak ragu‑ragu dan mereka berjihad
dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah
orang‑orang yang benar.” Selanjutnya dinyatakan pula dalam surat al Nisa’, 4:65 yang berbunyi
Maka demi Tuhanmu, mereka
(pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
Iman akan melahirkan ketaatan
tanpa reserve kepada Allah Swt dan Rasulnya dan ini merupakan ciri
mukmin sebagaimana disebutkan dalam surat al Ahzab, 33:36.
Dan tidaklah patut bagi
taki‑laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin,
apabila Allah dan RasuNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan RasuNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat
yang nyata.
Q. 3:64. Katakanlah: “Hai
Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada
perselisiban antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali
Allah Dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak
(pula) sebagian kita menjaclikan sebagian yang lain sebagai tuhan
selain daripada Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada
mereka: ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang‑orang yang menyerahkan
diri (kepada Allah)’.
Q. 4:123‑125. (Pahala dari
Allah) itu bukanlah menurut angan‑anganmu yang kosong dan tidak (pula)
menurut angan‑angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan,
niscaya akan diberi pernbalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak
mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.
Barangsiapa yang mengerjakan amal‑amal saleh, baik ia laki‑laki maupun
seclang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam syurga
dan mereka tidak di aniaya walau sedikitpun. Dan siapakah yang lebih
baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada
Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama
Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.
Q.2‑80. Dan mereka berkata:
“Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama
beberapa hari saja”.katakanlah: “Sudahkah kamu menerima janji dari
Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janjiNya, ataukah kamu hanya
mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?”.
Iman tidak bolehg sekedar
menjadi keyakinan atau pemahaman belaka. Oleh karenanya ia harus dapat
direalisasikan dalam diri individu muslim, melalui:
Ucapan ( اَلْقَـــــوْلُ )
Ucapan
yang senantiasa sesuai dengan isi hatinya yang suci. ‘Perkataan maupun
kalimat yang keluar dari lidahnya yang baik serta mengandungi hikmah. Syahaadah diucapkan dengan penuh kebanggaan/ketinggian iman (isti’la‑ul iman) berangkat dari semangat isyhadu biannaa muslimin (saya adalah muslim). Ucapan lisan tanpa membenarkan dengan hati adalah sikap nifaq i’tiqadi. Berbicara dengan mulutnya sesuatu yang tidak ‑ada dalam hatinya.
Dalil
Q. 2:8. Di antara manusia
ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian
padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang‑orang yang beriman.
Q. 63:1‑2. Apabila
orang‑orang munafik datang kepadamu,mereka berkata: “Kami mengakui,
bahwa sesungguhnya kamu benar‑benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui
bahwa sesungguhnya kamu benar‑benar RasuNya; dan Allah mengetahui bahwa
sesungguhnya orang‑orang munafik itu benar‑benar orang pendusta.
Mereka menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka
menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa
yang telah mereka kerjakan.
Q. 48:11. Orang‑orang Badui
yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: “Harta dan
keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk
kami”; mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang ticlak ada dalam
hatinya. Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat
menghalang‑halangi kehenclak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan
bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan!’.
Membenarkan ( اَلتَّصْدِيْقُ )
Membenarkan
dengan had tanpa keraguan. Yaitu sikap keyakinan dan penerimaan dengan
tanpa rasa keberatan atau pilihan lain terhadap apa yang didatangkan
Allah SWT
Dalil
Q.
49:15. Sesungguhnya orang‑orang yang beriman hanyalah orang,orang yang
beriman kepada Allah dan RasuINya kemudian mereka ticlak ragu,ragu dan
mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka
itulah orang‑orang yang benar.
Perbuatan ( اَلْعَمَــــلُ )
Perbuatan
yang termotivasi dari hati yang ikhlas dan pemahaman terhadap
mak‑sud‑maksud aturan Allah SWT. Amal merupakan cerminan dari kesucian
hati dan upaya untuk mencari ridha Ilahi. Amal yang
menunjukkan sikap mental clan moral Islami yang clapat dijadikan
teladan. Ketiga perkara diatas tidak terpisahkan sama sekali. Seorang
muslim yang tidak membenarkan ajaran Allah SWT dalam hatinya bahkan
membencinya, meskipun kelihatan Mengamalkan sebahagian ajaran Islam
adalah munafiq I’tiqadi yang terlaknat. Muslim yang meyakini
kebenaran k ajaran Islam dan menyatakan syahadatnya dengan lisan tetapi
tidak mengamalkan dalam kehidupan adalah munafiq amali.Sifat nifaq dapat terjadi sementara terhadap seorang muslim oleh karena berdusta, menyalahi janji atau berkhianat.
Dalil
Hadits.
Tanda‑tanda munafiq ada tiga. jika salah satu ada pada seseorang, maka
ia merupakan munafiq sebahagian. keseluruhannya terdapat, maka ia
munafiq yang sesungguhnya yaitu: bila berbicara ia berdusta, bila
berjanji mengingkari, dan bila diberi amanah ia berkhianat. Ketiga
tanda,ini termasuk jenis munafiq amali.
Imam Hasan Basri berkata, “Iman bukanlah angan,angan, Bukan pula sekedar hiasan, tetapi keyakinan yang hidup di dalam hati dan dibuktikan dalarn amal perbuatan”.
Q. 9‑105. Dan katakanlah:
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul‑Nya serta. orang‑orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan‑Nya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
Realisasi
iman dalam diri individu muslim harus dilakukan secara istiqamah.
Tidak boleh sewaktu-waktu, atau hanya pada tempat-tempat tertentu saja.
Konsisten ( اَلاِسْتِقَامَةُ )
Istiqamah
artinya tidak menyimpang atau cenderung pada kekufuran. Istiqamah
berarti konsisten dalam menegakkan agama Allah dan tidak ragu dalam
mengamalkan nilai Islam yang dianutnya. Istiqamah tetap teguh, tahan
dan kuat dalam menghadapi dan melaksanakan perintah Allah SWT, serta
mampu menghadapi segala. cobaan. Istiqamah berarti terus berjuang
menyampaikan ajaran Allah SWT dengan tidak mengikuti hawa nafsu.
Keimanan seseorang muslim yang mencakupi tiga unsur di atas harus
senantiasa dipelihara dan dijaga dengan sikap istiqamah. Istiqamah
adalah konsisten, tetap dan teguh. Tetap pada pendirian, tidak berubah
dan tahan uji. Sikap istiqamah akan melahirkan tiga hal yang merupakan
ciri orang-orang beriman sempurna, yaitu: keberanian, ketenangan dan
optimis.
Dalil
Q.
11:112‑113. Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu
dan jangantah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu cenderung kepada orang‑orang
yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali‑kah
kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah,
kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.
Q. 17:73‑74. Dan
sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara. bohong terhadap
Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi
sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya
kamu hampir‑hampir condong sedikit kepada mereka.
Q. 42:15. Maka karena itu
serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan
katakanlah: “Aku beriman kepada semua kitab yang ‘Jiturunkan Allah dan
aku cliperintahkan supaya berlaku adil di antara. kamu. Allahlah Tuhan
kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal‑amal kami dan bagi kamu amal‑amal
kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepadaNyalah kembali (kita)”.
Jika keimanan sudah
direalisasikan secara istiqamah, maka keistiqamahan akan memberikan
buah-buah yang luar biasa pengaruhnya dalam diri seorang mukmin.Di
antara buah keistiqamahan itu adalah :
A. Keberanian ( اَلشَّجَاعَةُ )
Keberanian muncul karena keyakinan sebagai hamba Allah SWT yang selalu dibela dan didukung Allah SWT. Tidak takut menghadapi tantangan hidup, siap berjuang untuk tegaknya yang haq (kebenaran). Keberanian juga bersumber keyakinan terhadap qadha’ dan qadar Allah SWT pasti. Tidak takut pada kernatian karena kematian di jalan Allah SWT merupakan anugerah yang selalu merindukannya. Orang yang beristiqamah didukung Malaikat yang akan menjadikannya berani, tenang dan optimis. Sumber keyakinan tentang qadha’ dan
qadar yang Menimbulkan keberanian, kecelakaan atau kemudharatan.
Hanyalah ketentuan Allah SWT belaka. Kemuliaan merupakan anugerah Allah
SVVT bagi orang orang mukmin sehingga mereka tidak takut menyampaikan
risalah kebenaran, (yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah
Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada
seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat
Perhitungan. Q. 33:39.
Dalil
Q.41:30‑32.Sesungguhnyaorang‑orangyangmengatakan:
.Tuhan kami ialah Allah”kemuclian mereka meneguhkan pendirian mereka,
maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah
kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah
mereka dengan (memperoleh) syurga yang telah dijanjikall Allah
kepadamu”. Kamilah Pelindung‑pelindungmu dalarn kehidupan dunia dan di
akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan clan
memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan
(bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Q. 9:52. Katakanlah: “Tidak
yang kamu tunggu‑tunggu bagi kami kecuali salah satu dari dua kebaikan.
Dan kami menunggu‑nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menimpakan
kepadamu azab (yang besar) dari sisiNya, atau (azab) dengan tangan
kami. Sebab itu tunggulah, sesungguhnya kami menunggu‑nunggu
bersamamu”.
Q. 3:157‑158. Dan sungguh
kalau kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah
dan rahmatNya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan yang mereka
kumpulkan. Dan sungguh jika kamu meninggal atau gugur, tentulah kepada
Allah saja kamu dikumpulkan.
B. Ketenangan ( اَلاِطْمِئْنَانُ )
Ketenangan
berasal dari keyakinan terhadap perlindungan Allah SWT yang memelihara
orang-orang mukmin secara lahir dan batin. Dengan senantiasa ingat
pada Allah SWT dan selalu berpanduan kepada petunjukNya (kitabullah dan
sunnah), maka ketenangan akan selalu hidup di dalam hatinya.
Ketenangan dapat diperoleh dengan mengingat Allah SWT Bahkan Allah
menyebutkan bahwa hanya mengingat Allah saja hati tenang sedangkan
mengingat selain Allah hanya memperoleh ketenangan yang semu.
Ketenangan yang diperoleh karena tawakkal terhadap janji perlindungan
Allah SWT yang pasti sehingga. timbul pula keberanian menghadapi
musuh.‑Ilinu Taimiyah berkata, Apa yang hendak dilakukan musuh,musuhku
terhadapku? Sesungguhnya surga aku terletak dihatiku. Dimanapun aku
berada Ia selalu bersamaku. Sesungguhnya kematianku adalah syahid.
Penjaraku adalah rasa manis, sedangkan Mengusirku bagiku adalah
travelling.
Dalil
Q.13:28.
(Yaitu) orang‑orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allahlah hati
menjadi tentram
Q.47:7; Hai orang‑orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.
Q. 3:173. (Yaitu)
orang‑orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada
orang‑orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah m n pasukan
untuk menyerang kamu, karena kepada mereka”, maka perkataan itu
menambah keimanan dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik baik pelindung”.
Q.33:23. Di antara
orang‑orang mukmin itu ada orang orang yang menepati apa yang telah
mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan
di antara mereka ada (pula) yang menunggu‑nunggu dan mereka sedikitpun
tidak merubah janjinya).
C. Optimis ( اَلتَّفَاؤُلُ )
Optimis
meyakini bahwa masa depan adalah milik orang yang beriman. Kemenangan
umat Islam dan kehancuran kaum kufar sudah pasti. Mukmin menyadari amal
perbuatan yang dilakukannya tidak akan sia sia, melainkan pasti
dibalas Allah SWT dengan pembalasan yang sempurna. Optimis bahwa dengan
pertolongan Allah SWT tak akan ada yang dapat mengalahkan seperti
contoh optimis yang dilakukan oleh para sahabat Rasul di perang Ahdzab.
Dalil
Hadits.
Abi Amr atau Abi Amrah Sufyan bin Abdillah, ia berkata: “Aku berkata:
Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku tentang suatu perkataan yang aku
tak akan dapat menanyakannya kepada seseorang kecuali kepadamu’.
Bersabdalah Rasulullah, katakantah: “Aku telah beriman kepada Allah SWT
kemudian berlaku istiqamahlah kamu”. (Muslim).
Ibnu Qayyim mengambil
perkataan seorang alim “Sesungguhnya kita berada dalarn kelezatan
(hati) yang seandainya anak‑anak raja mengetahuinya tentu mereka ingin
mengambilnya dengan pedang‑pedang mereka.”
Q. 3:160. Jika Allah
menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika
Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah
gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu?
Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang‑orang mukmin bertawakal.
Q. 33:22‑23. Dan tatkala
orang‑orang mukrriin melihat golongan‑golongan yang bersekutu itu,
mereka berkata: “Inilah yang dijanjikan Allah dan RasulNya kepada
kita”. Dan benarlah Allah dan RasutNya. Dan yang demikian itu tidaklah
menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukkan. Di antara
orang‑orang mukmin itu ada orang‑orang yang menepati apa yang telah
mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan
di antara mereka ada (pula) yang menunggu‑nunggu dan mereka sedikitpun
ticlak merubah janjinya)
Hadits, Rasulullah yakin
akan mengalahkan Rumawi dan parsi dengan menjanjikan kepada Saraqah bin
Malik akan memberikan gelang dan mahkota Parsi dengan keislamannya.
Hal ini kemudian terbukti dengan kemenangan kaum muslimin dalam perang
Qadissiyya.
Tentu saja buah-buah luar biasa
itu yang diperoleh melalui keimanan yang istiqamah tidak hanya akan
memberi kebahagiaan dunia tapi juga kebahagiaan akhirat.
Kebahagiaan ( اَلسَّعَادَةُ )
Ketiga hasil istiqamah tadi akan membuat kebahagiaan bagi orang yang memilikinya. jadi hanya syahaadah sejati dapat menimbulkan sa’adah. Hanya Islam dengan konsep syahaadah yang
dapat memberikan kebahagiaan kepada manusia & dunia maupun di
akhirat.AI,Quran menyebutkan bahwa orang beriman akan mendapatkan
kebahagiaan atau hasanah di dunia ataupun di akhirat
Dalil
Q.
S 3:185. Tiap‑tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya
pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan
dari neraka dan Ainasukkan ke dalam syurga, maka. sesungguhnya ia telah
beruntung. Kehidupan dunia itu ticlak lain hanyalah kemenangan yang
memperdayakan.
Posting Komentar
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com