Tarqiyah : Jakarta - Persaingan Pemilu Presiden 2014 menjadikan calon presiden dari PDI Perjuangan Joko Widodo alias Jokowi mengalami transformasi. Bila sebelumnya, Joko dikenal lembut, belakangan mulai galak. Menyindir dan menyerang kandidat lain pun dilakukan. Joko kini berubah.
Pidato Joko dalam deklarasi kampanye damai dan bermartabat yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan menyebut pemilu harus dimaknai dengan kegembiraan politik tampaknya tak berjalan di lapangan. Berbagai sindirian Joko ditujukan pada capres lainnya, Prabowo Subianto justru muncul. Joko justru menampilkan pilpres sebagai ajang menembak rival.
Seperti saat melakukan kampanye di Jayapura, Papua, Joko menyindir model kampanye yang dilakukan Prabowo Subianto yang dilakukan di hotel. Kalau yang lain yang di sana, kampanye di hotel. Kalau kita, kampanye di kampung saja, karena Jokowi dan Jusuf Kalla milik orang-orang kampung, milik orang-orang di daerah," kata Joko di Jayapura, Kamis (5/6/2014).
Rupanya, gaya kampanye menyindir ala Joko ini tidak dilakukan sekali saja. Masih dari Papua, Joko kembali menyindir Prabowo tentang klaim kerakyatan yang disuarakan saat Pilpres ini. Menurut dia, kerakyatan hanya menjadi klaim namun enggan bertemu rakyat.
"Sekarang ada pemimpin yang menyatakan diri kerakyatan, tapi tidak pernah bertemu rakyat, tidak pernah hidup di lingkungan kumuh, tidak pernah bersentuhan kulit dengan rakyat. Apa itu yang kita inginkan?" tambah Joko.
Sebelumnya Joko Widodo dan pendukungnya juga menyindir Prabowo Subianto soal kehidupan pribadinya. Bahkan Jokowi dan pendukungnya menertawakan Prabowo yang tidak punya istri. Saat itu Jokowi berpidato di acara deklarasi tim pemenangan Jokowi-JK di Bali. Sindiran itu sempat terekam oleh stasiun televisi Beritasatu yang kebetulan sedang meliput.
Dalam rekaman itu Jokowi sempat memberikan pidato soal kelebihan kandidat Capres. Jokowi mengimbau kepada pendukungnya untuk menyebarkan kelebihannya dengan Capres lainnya. "Jokowi begini, kelebihannya ini, yang satunya...," kata Jokowi. Namun ada pendukung yang berteriak menyindir Prabowo. "Yang satu ora duwe bojo (yang satu tidak punya istri)," kata salah seorang pendukung Jokowi.
Mendengar itu Jokowi langsung merespon dan menunjuk dengan maksud membenarkan perkataan pendukungnya tersebut sambil tersenyum lebar. Melihat sikap ini sontak membuat para pendukungnya yang hadir menjadi tertawa bersama Jokowi.
Model kampanye sindir menyindir, bahkan cenderung sarkas terhadap kandidat lain juga menular pada Tim Pemenangan pasangan Joko-Kalla. Seperti yang dilakukan Ketua Umum PP GP Ansor Nusron Wahid yang menganalogikan Ketua Tim Pemenangan Mahfud MD sebagai calo penumpang di terminal. Ini terkait dengan posisi Mahfud di Tim Prabowo-Hatta.
"Pak Mahfud MD itu kan koordinator calon penumpang di terminal. Masak kita ikut calo, ya harus ikut sopir atau kernet," kata Nusron. Menurut dia, Jokowi ibaratnya sopir sedangkan Kalla sebagai kernet yang diklaim Nusron jelas ke-NU-annya.
Kata populer yang beberapa waktu lalu melekat pada diri Joko seperti "aku rapopo" seolah tak lagi identik dengan figurnya. Dalam beberapa kesempatan, Joko justru mulai menunujukkan sikap "ke-Aku-annya".
Seperti saat berbicara di hadapan relawan di Yogyakarta, ia menampik bila disebut sebagai tukang mebel atau tukang kayu. Menurut Joko, dirinya adalah eksportir produk kayu ke luar negeri. "Sekali-kali saya mau sombong, kalau saya itu eksportir, bukan tukang mebel," cetus Joko.
Bisa saja transformasi Joko belakangan ini merupakan hasil saran dan masukan konsultan politik yang ia sewa. Namun, perubahan Joko justru menjadikan figur gubernur non aktif DKI Jakarta itu seolah asing. Kekuatan figur Joko yang dipersepsikan merakyat dan sederhana justru belakangan pudar. Kepudaran figur Joko bukan oleh pihak lain, namun justru karena Joko lakukan sendiri. [mdr]
*sumber: http://nasional.inilah.com/read/detail/2107358/transformasi-jokowi-kini-galak-serang-prabowo#.U5JxjLEZOsg
Wallahu A‘lam.
Pidato Joko dalam deklarasi kampanye damai dan bermartabat yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan menyebut pemilu harus dimaknai dengan kegembiraan politik tampaknya tak berjalan di lapangan. Berbagai sindirian Joko ditujukan pada capres lainnya, Prabowo Subianto justru muncul. Joko justru menampilkan pilpres sebagai ajang menembak rival.
Seperti saat melakukan kampanye di Jayapura, Papua, Joko menyindir model kampanye yang dilakukan Prabowo Subianto yang dilakukan di hotel. Kalau yang lain yang di sana, kampanye di hotel. Kalau kita, kampanye di kampung saja, karena Jokowi dan Jusuf Kalla milik orang-orang kampung, milik orang-orang di daerah," kata Joko di Jayapura, Kamis (5/6/2014).
Rupanya, gaya kampanye menyindir ala Joko ini tidak dilakukan sekali saja. Masih dari Papua, Joko kembali menyindir Prabowo tentang klaim kerakyatan yang disuarakan saat Pilpres ini. Menurut dia, kerakyatan hanya menjadi klaim namun enggan bertemu rakyat.
"Sekarang ada pemimpin yang menyatakan diri kerakyatan, tapi tidak pernah bertemu rakyat, tidak pernah hidup di lingkungan kumuh, tidak pernah bersentuhan kulit dengan rakyat. Apa itu yang kita inginkan?" tambah Joko.
Sebelumnya Joko Widodo dan pendukungnya juga menyindir Prabowo Subianto soal kehidupan pribadinya. Bahkan Jokowi dan pendukungnya menertawakan Prabowo yang tidak punya istri. Saat itu Jokowi berpidato di acara deklarasi tim pemenangan Jokowi-JK di Bali. Sindiran itu sempat terekam oleh stasiun televisi Beritasatu yang kebetulan sedang meliput.
Dalam rekaman itu Jokowi sempat memberikan pidato soal kelebihan kandidat Capres. Jokowi mengimbau kepada pendukungnya untuk menyebarkan kelebihannya dengan Capres lainnya. "Jokowi begini, kelebihannya ini, yang satunya...," kata Jokowi. Namun ada pendukung yang berteriak menyindir Prabowo. "Yang satu ora duwe bojo (yang satu tidak punya istri)," kata salah seorang pendukung Jokowi.
Mendengar itu Jokowi langsung merespon dan menunjuk dengan maksud membenarkan perkataan pendukungnya tersebut sambil tersenyum lebar. Melihat sikap ini sontak membuat para pendukungnya yang hadir menjadi tertawa bersama Jokowi.
Model kampanye sindir menyindir, bahkan cenderung sarkas terhadap kandidat lain juga menular pada Tim Pemenangan pasangan Joko-Kalla. Seperti yang dilakukan Ketua Umum PP GP Ansor Nusron Wahid yang menganalogikan Ketua Tim Pemenangan Mahfud MD sebagai calo penumpang di terminal. Ini terkait dengan posisi Mahfud di Tim Prabowo-Hatta.
"Pak Mahfud MD itu kan koordinator calon penumpang di terminal. Masak kita ikut calo, ya harus ikut sopir atau kernet," kata Nusron. Menurut dia, Jokowi ibaratnya sopir sedangkan Kalla sebagai kernet yang diklaim Nusron jelas ke-NU-annya.
Kata populer yang beberapa waktu lalu melekat pada diri Joko seperti "aku rapopo" seolah tak lagi identik dengan figurnya. Dalam beberapa kesempatan, Joko justru mulai menunujukkan sikap "ke-Aku-annya".
Seperti saat berbicara di hadapan relawan di Yogyakarta, ia menampik bila disebut sebagai tukang mebel atau tukang kayu. Menurut Joko, dirinya adalah eksportir produk kayu ke luar negeri. "Sekali-kali saya mau sombong, kalau saya itu eksportir, bukan tukang mebel," cetus Joko.
Bisa saja transformasi Joko belakangan ini merupakan hasil saran dan masukan konsultan politik yang ia sewa. Namun, perubahan Joko justru menjadikan figur gubernur non aktif DKI Jakarta itu seolah asing. Kekuatan figur Joko yang dipersepsikan merakyat dan sederhana justru belakangan pudar. Kepudaran figur Joko bukan oleh pihak lain, namun justru karena Joko lakukan sendiri. [mdr]
*sumber: http://nasional.inilah.com/read/detail/2107358/transformasi-jokowi-kini-galak-serang-prabowo#.U5JxjLEZOsg
Wallahu A‘lam.
Posting Komentar
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com