Tarqiyah : Jakarta – Peta perpolitikan Indonesia menjelang batas waktu pemilihan Presiden Republik Indonesia semakin memanas. Ditingkat elit bangsa ini mulai meramu statemen di luar ketetapan hukum yang bisa mengarah pada konflik terbuka. Peristiwa lama menjadi asupan energi untuk meracuni masyarakat, meraih simpati publik. Mungkinkah ‘Perang Bintang’ terjadi?, lalu bagaimana nasib Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menjadi pengawal eksistensinya Republik Indonesia?
Mantan Panglima TNI, Wiranto yang hidup dalam zaman Soeharto berlanjut ke zaman Habibie dan meraih posisi puncak pada zaman Gusdur lalu dipecat pada zaman pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gusdur). Wiranto kepada media Kamis (19/6/2014) di Jakarta menjawab 10 pertanyaan terkait kasus penculikan 1998 oleh Tim Mawar Kopassus hingga rekomendasi pemberhentian Prabowo oleh DKP.
Wiranto menyebutkan kalau Prabowo terbukti bersalah dalam kasus penculikan. Menurut dia, mantan Komandan Jenderal Kopassus itu melakukan penculikan atas inisiatif sendiri.”Tidak ada kebijakan pimpinan ABRI saat itu untuk melakukan penculikan,” ujar mantan Menteri Pertahanan itu.
Menanggapi maslah itu, anggota Komisi III DPR RI, Fahri Hamzah menilai pernyataan Wiranto soal rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira terkait pemberhentian Prabowo Subianto sangat membingungkan. Ia mempertanyakan kepentingan apa yang diusung Wiranto sehingga mengeroyok Prabowo padahal dalam beberapa kasus Wiranto tidak menyuarakan persoalan kasus Talangsari, Lampung dan juga Kematian Aktivis HAM, Munir.
“Seharusnya kalau mau obyektif kedua peristiwa itu harus diusut dan disindir meskipun harus menyeret beberapa nama dalam tim pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla seperti AM Hendropriyono dalam kasus Talangsari. Bahkan kasus Munir itu ada di zaman Megawati,” gugat Fahri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (19/6/2014).
Dalam kasus Talangsari dia melanjutkan, ada yang diproses dan ada yang tidak diproses secara hukum. Sementara Prabowo Subianto telah melalui tiga kali pencalonan mulai dari ikut Konvensi capres Partai Golkar pada 2004, pada 2009 menjadi pasangan cawapres dengan Megawati dan tidak ada isu yang berhembus atau berusaha menjegal Prabowo dengan peristiwa penculikan 1998.
Menjernihkan persoalan dalam pandangan hukum, Fahri yang juga Juru Debat Tim Pemenangan Prabowo-Hatta itu mengaitkan dengan Komisi Pemeilihan Umum (KPU) yang telah meloloskan Prabowo menjadi calon Presiden. Itu berarti kata Fahri, tidak ada lagi masalah karena didalam KPU itu sendiri terdapat para ahli hukum. Dengan lolosnya Prabowo menjadi Capres kata dia, menjelaskan kepada publik bahwa mantan Jenderal Kopassus itu tidak lagi bermasalah dengan hukum.
“Untuk kepentingan apa Wiranto mengeroyok sekarang padahal hukum sudah selesai. Seolah-olah negara ini menyimpan masalah. Kalau Prabowo dianggap menyimpan masalah semua nanti dianggap menyimpan masalah gitu loh. Pak Wiranto sendiri juga teman kita, tapi kita nggak mau ngomonglah. Sudahlah diberhentikan Gusdur gitu. Susah nanti kalau masalah pribadi dibawa ke institusi akan merusak institusi,” dia mengingatkan.
Fahri Hamzah yang anggota DPR RI dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) peraih suara terbanyak pada pileg kemarin, menyatakan penolakannya dengan cara yang dilakukan Wiranto. Penolakannya didasari atas institusi TNI yang tidak ingin dilihatnya rusak. Sementara di KPK saja sebut dia memberi perbandingan, perkelahian antara Bambang Widjojanto dengan Abraham Samad tidak sampai menjadi konflik terbuka.
Sumber: http://www.sumbawanews.com/berita/fahri-hamzah-pertanyakan-kepentingan-wiranto-keroyok-prabowo
Wallahu A‘lam.
Mantan Panglima TNI, Wiranto yang hidup dalam zaman Soeharto berlanjut ke zaman Habibie dan meraih posisi puncak pada zaman Gusdur lalu dipecat pada zaman pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gusdur). Wiranto kepada media Kamis (19/6/2014) di Jakarta menjawab 10 pertanyaan terkait kasus penculikan 1998 oleh Tim Mawar Kopassus hingga rekomendasi pemberhentian Prabowo oleh DKP.
Wiranto menyebutkan kalau Prabowo terbukti bersalah dalam kasus penculikan. Menurut dia, mantan Komandan Jenderal Kopassus itu melakukan penculikan atas inisiatif sendiri.”Tidak ada kebijakan pimpinan ABRI saat itu untuk melakukan penculikan,” ujar mantan Menteri Pertahanan itu.
Menanggapi maslah itu, anggota Komisi III DPR RI, Fahri Hamzah menilai pernyataan Wiranto soal rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira terkait pemberhentian Prabowo Subianto sangat membingungkan. Ia mempertanyakan kepentingan apa yang diusung Wiranto sehingga mengeroyok Prabowo padahal dalam beberapa kasus Wiranto tidak menyuarakan persoalan kasus Talangsari, Lampung dan juga Kematian Aktivis HAM, Munir.
“Seharusnya kalau mau obyektif kedua peristiwa itu harus diusut dan disindir meskipun harus menyeret beberapa nama dalam tim pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla seperti AM Hendropriyono dalam kasus Talangsari. Bahkan kasus Munir itu ada di zaman Megawati,” gugat Fahri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (19/6/2014).
Dalam kasus Talangsari dia melanjutkan, ada yang diproses dan ada yang tidak diproses secara hukum. Sementara Prabowo Subianto telah melalui tiga kali pencalonan mulai dari ikut Konvensi capres Partai Golkar pada 2004, pada 2009 menjadi pasangan cawapres dengan Megawati dan tidak ada isu yang berhembus atau berusaha menjegal Prabowo dengan peristiwa penculikan 1998.
Menjernihkan persoalan dalam pandangan hukum, Fahri yang juga Juru Debat Tim Pemenangan Prabowo-Hatta itu mengaitkan dengan Komisi Pemeilihan Umum (KPU) yang telah meloloskan Prabowo menjadi calon Presiden. Itu berarti kata Fahri, tidak ada lagi masalah karena didalam KPU itu sendiri terdapat para ahli hukum. Dengan lolosnya Prabowo menjadi Capres kata dia, menjelaskan kepada publik bahwa mantan Jenderal Kopassus itu tidak lagi bermasalah dengan hukum.
“Untuk kepentingan apa Wiranto mengeroyok sekarang padahal hukum sudah selesai. Seolah-olah negara ini menyimpan masalah. Kalau Prabowo dianggap menyimpan masalah semua nanti dianggap menyimpan masalah gitu loh. Pak Wiranto sendiri juga teman kita, tapi kita nggak mau ngomonglah. Sudahlah diberhentikan Gusdur gitu. Susah nanti kalau masalah pribadi dibawa ke institusi akan merusak institusi,” dia mengingatkan.
Fahri Hamzah yang anggota DPR RI dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) peraih suara terbanyak pada pileg kemarin, menyatakan penolakannya dengan cara yang dilakukan Wiranto. Penolakannya didasari atas institusi TNI yang tidak ingin dilihatnya rusak. Sementara di KPK saja sebut dia memberi perbandingan, perkelahian antara Bambang Widjojanto dengan Abraham Samad tidak sampai menjadi konflik terbuka.
Sumber: http://www.sumbawanews.com/berita/fahri-hamzah-pertanyakan-kepentingan-wiranto-keroyok-prabowo
Wallahu A‘lam.
Posting Komentar
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com