GemaDakwah : Kairo. Saat ini Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir boleh dibilang
sedang menghadapi perang genosida. Banyak anggotanya dibunuh, pimpinan
ditangkapi, organisasi sudah terlarang, bahkan dimasukkan dalam daftar
organisasi teroris. IM sedang menghadapi situasi yang menuntutnya untuk
berpikir bagaimana mempertahankan eksistensi.
Terdapat sebuah laporan dimuat 7 Januari yang lalu dalam situs
Newyork Times membahas masalah ini. Ditulis salah seorang korespondennya
yang berada di Mesir. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa IM saat ini
kembali menjadi sebuah gerakan rahasia yang melaksanakan aktivitasnya di
bawah tanah demi menjaga eksistensinya.
Walaupun saat ini lebih mengembangkan sistem desentralisasi, IM
terlihat lebih solid dan kuat. Kebanyakan aktivisnya memang sudah tidak
bisa melaksanakan aktivitas dakwah dan sosial seperti ceramah, khutbah
dan lainnya. Konsentrasi mereka saat ini adalah melakukan perlawanan
kepada pemerintah bikinan militer pengkudeta. “Sudah ada gambaran
bagaimana melakukan perlawanan untuk beberapa tahun ke depan,” demikian
salah seorang pimpinan IM di kota Fayoum menyebutkan.
“Ini adalah fase keteguhan. Kita berusaha dengan segala yang kita
miliki untuk bisa teguh,” tambahnya. Tekad luar biasa untuk teguh inilah
yang membuat ragu penguasa kudeta dalam usahanya mematikan dan
menghapus IM dari Mesir. Lebih dari 80 tahun IM menghadapi kondisi yang
tak jauh berbeda dengan kondisi saat ini. Tapi IM selalu bertambah
besar, didukung oleh anggota yang berjumlah ratusan ribu atau bahkan
jutaan orang, dan tidak terperosok dalam aksi kekerasan dengan lawan
politik.
Saat ini, walaupun para pemimpin IM selalu menekankan bahwa jalur
damai adalah satu-satunya alternatif perlawanan, tapi banyak juga
didapati para simpatisan di luar IM yang menyatakan kesiapannya untuk
mengangkat senjata menghadapi kekejaman pengkudeta.
Di antara sebab komitmen ini adalah, walaupun dalam kondisi sangat
sulit, para anggota IM yang masih bebas tetap melakukan
pertemuan-pertemuan rutin mereka. “Ini adalah batu bata utama yang
sangat penting untuk menjaga keutuhan organisasi, kesolidan anggota dan
kemitmen ideologi,” kata seorang anggota IM yang berdomisili di luar
kota Manshurah.
Secara strategis organisasi, para pemimpin Ikhwan sudah sejak dini
memusyawarahkan strategi menghadapi perang genosida ini. Berbarengan
dengan aksi-aksi demonstrasi di Rabiah dan Nahdhah, para pemimpin IM
juga melakukan pertemuan-pertemuan di tempat-yang sama.
“Pembantaian di Rabiah Adawiyah dan Nahdhah (14 Agustus 2013) memang
pukulan yang sangat berat bagi kami. Butuh waktu 15 hari untuk
menghilangkan shock, dan kembali ke pos masing-masing,” demikian kata
seorang anggota IM yang merupakan dokter hewan berumur 26 tahun. “Tapi
saat ini, aktivitas dan jangkauan kami sudah semakin meluas,” tambahnya.
(msa/dakwatuna/elmarsad)
Posting Komentar
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com