Dia adalah seorang guru “favorit” menurut murid-muridnya. Sosok yang memiliki perawakan tidak terlalu tinggi, dengan corak kulit sawo matang dan senyum yang sangat jarang terlukis di wajahnya tersebut, selalu menjadi buah bibir siswa. Tanpa terkecuali, mulai dari kelas satu hingga siswa akhir Madrasah Ibtidaiyah yang berada di salah satu sudut Jawa Barat ini, selalu waspada dan hati-hati ketika berpapasan dengan beliau.
Tapi, lain dulu lain sekarang. Seiring dengan perjalanan waktu yang cukup lama, tentu banyak hal yang berubah. Termasuk anggapan dan “keangkeran” itu sudah tidak terlihat lagi. Aura puas dan bangga terpancar dari wajah beliau ketika ia bertemu dengan salah satu muridnya yang baru datang dari luar negeri. Pertanyaan demi pertanyaan keluar bergantian dalam perjumpaan guru-murid tersebut, untuk mengetahui keadaan masing-masing.
Namun, kapanpun dan bagaimanapun kondisinya saat ini, guru tetaplah guru dan murid tetaplah murid. Seorang guru selalu menginginkan hal yang terbaik bagi muridnya. Maka, pada kesempatan itu, beliaupun memberikan beberapa nasehat. Salah satu hal yang beliau tekankan pada muridnya adalah urgensi ilmu komunikasi bermasyarakat.
Beliau menjelaskan, jumlah orang pintar dengan tingkat kemampuan berfikir di atas rata-rata memang banyak. Namun, dari mereka hanya terdapat sebagian kecil yang mampu mentrasfer ilmunya sesuai dengan corak dan karakter masyarakat; dapat membaur dan menjalin komunikasi yang baik tanpa sekat kasta dan wibawa.
Keterampilan merajut hubungan harmonis dengan masyarakat adalah hal penting yang terkadang terlupakan oleh sebagian pelajar dan mahasiswa. Sebagian dari kita, terkadang hanya memfokuskan diri pada sisi peningkatan bekal keilmuan, dengan membaca literatur baik klasik maupun modern untuk memperluas khazanah wawasan spesialisasi masing-masing. Namun untuk bermuamalah dengan sesama, terkadang hal itu tidak diprioritaskan.
Padahal, diantara tujuan mempelajari itu semua adalah menyampaikannya kepada komunitas kita masing-masing. Dan penyampaian yang baik membutuhkan keluwesan seni interaksi. Bagaimana kita bisa menyampaikan dan mengarahkan masyarakat, jika kita sulit berinteraksi dengan mereka? Bagaimana masyarakat mau mendengar perkataan kita, jika mereka merasa masih ada sekat pembatas diantara kita dan mereka?
Nasehat ini sepertinya bukan dikhususkan bagi murid yang sedang ia jumpai. Pengalaman hidup beliau lah yang menjadikan ia merasa perlu menyampaikan pesan penting ini kepada muridnya. Dengan harapan, kelak sang murid dapat meraih kesuksesan baik dalam studi di bangku kuliah, ataupun dalam mentransfer ilmu dan hidup bersama masyarakatnya.
Oleh: Ibnu Tamim Bukhari
(SINAI)
Tapi, lain dulu lain sekarang. Seiring dengan perjalanan waktu yang cukup lama, tentu banyak hal yang berubah. Termasuk anggapan dan “keangkeran” itu sudah tidak terlihat lagi. Aura puas dan bangga terpancar dari wajah beliau ketika ia bertemu dengan salah satu muridnya yang baru datang dari luar negeri. Pertanyaan demi pertanyaan keluar bergantian dalam perjumpaan guru-murid tersebut, untuk mengetahui keadaan masing-masing.
Namun, kapanpun dan bagaimanapun kondisinya saat ini, guru tetaplah guru dan murid tetaplah murid. Seorang guru selalu menginginkan hal yang terbaik bagi muridnya. Maka, pada kesempatan itu, beliaupun memberikan beberapa nasehat. Salah satu hal yang beliau tekankan pada muridnya adalah urgensi ilmu komunikasi bermasyarakat.
Beliau menjelaskan, jumlah orang pintar dengan tingkat kemampuan berfikir di atas rata-rata memang banyak. Namun, dari mereka hanya terdapat sebagian kecil yang mampu mentrasfer ilmunya sesuai dengan corak dan karakter masyarakat; dapat membaur dan menjalin komunikasi yang baik tanpa sekat kasta dan wibawa.
Keterampilan merajut hubungan harmonis dengan masyarakat adalah hal penting yang terkadang terlupakan oleh sebagian pelajar dan mahasiswa. Sebagian dari kita, terkadang hanya memfokuskan diri pada sisi peningkatan bekal keilmuan, dengan membaca literatur baik klasik maupun modern untuk memperluas khazanah wawasan spesialisasi masing-masing. Namun untuk bermuamalah dengan sesama, terkadang hal itu tidak diprioritaskan.
Padahal, diantara tujuan mempelajari itu semua adalah menyampaikannya kepada komunitas kita masing-masing. Dan penyampaian yang baik membutuhkan keluwesan seni interaksi. Bagaimana kita bisa menyampaikan dan mengarahkan masyarakat, jika kita sulit berinteraksi dengan mereka? Bagaimana masyarakat mau mendengar perkataan kita, jika mereka merasa masih ada sekat pembatas diantara kita dan mereka?
Nasehat ini sepertinya bukan dikhususkan bagi murid yang sedang ia jumpai. Pengalaman hidup beliau lah yang menjadikan ia merasa perlu menyampaikan pesan penting ini kepada muridnya. Dengan harapan, kelak sang murid dapat meraih kesuksesan baik dalam studi di bangku kuliah, ataupun dalam mentransfer ilmu dan hidup bersama masyarakatnya.
Oleh: Ibnu Tamim Bukhari
(SINAI)
Posting Komentar
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com