Bismillah…
Siapa yang tidak mengenal sosok Dr. Yusuf Qaradhawi ? Ulama yang begitu luas ilmunya, yang senanatiasa mengorbankan jiwa dan raganya untuk menegakkan ajaran Islam. Beliau adalah ulama terpandang yang telah banyak melahirkan banyak karya bagi ummat ini.
Buku ini dibuka dengan catatan dari penerjemah (M. Lili Nur Aulia), yang memaparkan alasan tentang penulisan buku ini. Sejujurya, beliau tidak menginginkan ada tulisan tentang Biografi beliau. Berbicara mengenai Dr. Yusuf Q, tidak akan pernah lepas dari kehidupan Dakwahnya bersama Ikhwan. Kerendahan hati, dan ketinggian iman yang dimiliki Beliau, membuat beliau takut jika buku ini membuat beliau membaguskan diri sendiri (karena ditulis langsung oleh beliau), mengagungkan-agungkan atau menghiasi diri sendiri di mata pembacanya (Lihat Q.S. An-Najm : 32). Sebuah kutipan dari ahli hikmah diambil oleh Beliau yang begitu sarat makna “Apakah kejujuran yang buruk ? Yaitu pujian dari orang terhadap dirinya sedniri”.
Namun, berkat dorongan yang kuat oleh para Ikhwan, karena meganggap kisah beliau bisa memberikan inspirasi buat para penyeru dakwah untuk terus bergerak dan menghasilkan karya dan pertemuannya dengan tokoh Ikhwan Internasional lainnya, hingga membuat beliau menuliskan kisah beliau bersama Al ikhwan Al Muslimun. Kata-kata beliau begitu dalam ketika akhirnya menuliskan kisah beliau dalam buku ini
“Mahasuci Allah yang membolak-balikkan hati, tak lama setelah itu, Allah melapangkan hatiku untuk mulai menulis. Aku memulai penulisan ini dengan memohon kepada Allah, berdasarkan apa yang massih kuingat, sementara apa-apa yang tidak benar-benar kuingat atau ragu aku lebih memilih untuk tidak menceritakannya. Ini untuk menjaga amanah, agar tulisan ini bisa objektif sedapat mungkin. Bagaimana seseorang bisa bersikap netral terhadap dirinya sendiri? Benar-benat membutuhkan orang yang mampu mengalahkan hawa nafsunya. Sementara aku sama sekali tidak mengakui telah sampai pada posisi itu. Aku hanya berusaha untuk menyampaikan yang benar, jujur, dan berusaha seimbang walaupun bicara tentang diri sendiri”
Subhanallah….
Setelah mengupas sejarah singkat Ikhwanul Muslimin, buku ini kemudian menceritakan awal mula keterlibatan Beliau dalam Jama’ah ikhwan. Kisah indah forum Halaqoh beliau yang di bina langsung oleh ulama yang mengajar di sekolah agama, namanya Syaikh Al Bahi Al-Khuli. Syaikh ini mengumpulkan orang-orang terbaik di sekolah tersebut untuk berada dalam forum halaqoh/usrah. Pertemuan mereka berlangsung setiap hari senin sebelum fajar. Setelah sholat subuh berjama’ah mereka lalu menyemai iman dalam halaqah ruhiyah. Subhanallah… membaca bagian ini seperti mengoreksi setiap pertemuan-pertemuan ikhwan yang pernah saya jalani. Sudah sehatkah ? penuh nasihatkah ? Astaghfirullah…
Bab selanjutnya, berkisah tentang perseteruan Ikhwan dan partai besar di Mesir waktu itu, Al Wafd. Kisah ini mengingatkanku pada kisah-kisah ikhwah di Indonesia. Subhanallah…. Begitu indah dan penuh rintangan jalan dakwah ini.
Kemudian, tulisan ini dilanjutkan dengan kisah pengalaman berdakwah beliau. Inilah salah stu bagian yang begitu saya sukai, selain beberapa bagian lainnya. Kisah ketika beliau berdakwah di Kfar Syah, sedangkan waktu itu beliau sedang menikmati liburan musim panas di Thanta.
Waktu itu tepat ketika bulan Ramadhan, sehingga Beliau begitu sibuk mengisi materi di banyak tempat. Karena kecintaan beliau kepada masyarakat, para ikhwah dan keinginan yang besar untuk menyebar luaskan ilmu, kemudian beliau akhirnya bertekad berangkat ke Kafr Syah, yang cukup jauh dengan hanya membawa bekal 6,5 Qirsy. Namun, ketika selesai memberikan materi disana, beliau ingin segera kembali, meskipun masyarakat menahannya dan menyuruh menunggu hingga waktu berbuka, karena ada agenda rapat dengan para ikhwan di Shafat. Sayangnya, Ikhwan di Thanta menyerahkan ongkos transportasi kepada Ikhwan di Kafr Syah, begitu juga sebaliknya. Hingga ketika beliau hendak pula, karena sifat malu Beliau yang luar biasa akhirnya beliau tidak meminta ongkos transportasi. Subhanallah…
Sesampainya di Sahlah, beliau hendak mengunjungi kerabat Ikhwan lainnya, tetapi setelah mencari rumah ikhwan tersebut disekitar Masjid, Beliau tidak menemukannya. Akhirnya karena sudah maghrib beliau berbuka dengan air di Masjid tersebut. Selesai sholat, beliau bertemu dengan Ikhwan tersebut. Namun karena rasa malu Beliau yang luar biasa akhirnya beliau tidak memberitahukan kalau belum makan semenjak puasa. Subhanallah… Bahkan, sifat pemalu ini, yang telah tumbuh semenjak kecil, membuat beliau harus pulang dengan berjalan sejauh 11 km. Saya merinding membaca kisah ini. Subhanallah… betapa ketinggian Ruhiyah Beliau telah menerobos semua kelelahan, keletihan, dan nafsu yang mendera manusia. Akhirnya, sepanjang perjalanan, beliau memberhentikan mobil yang lewat di jalanan, tidak lama kemudian beliau mendapatkan mobilnya, dan akhirnya kembali ke Shafat.
Lalu apa yang dilakukan beliau setelah tiba ?
Karena janji akan ada Rapat dengan para ikhwan, setibanya beliau di Shafat beliau langsung terlibat dalam aktivitas rapat para ikhwan. Tanpa mendahulukan makan. Subhanallah.. kecintaan beliau terhaap dakwah telah melewati semua puncak kegelisahan emosi.
Jakarta, 19 Juli 2009
dakwatuna.com
Posting Komentar
Kontak Gema Dakwah : tarqiyahonline@gmail.com